TERASBERITA.ID, JAKARTA – Sektor pertanian menjadi urat nadi pertumbuhan perekonomian nasional semakin menguat. Pandemi covid 19 menjadi bantalan ekonomi, sebab satu-satunya sektor pertumbuhan PDB tumbuh positif dengan angka sangat tinggi. Sementara sektor lainya mengalami kontraksi.
Tahun 2022 telah usai, dengan capaian cemerlang sebagai sektor tulang punggung perekonomian masyarakat dan nasional.
Melansir data BPS, akhir tahun 2022 dari November sampai Desember terjadi kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP), angka 105,1. Besaran NTP ini tentu mengalami kenaikan 1,11% dari bulan November ke Desember 2022.
Tak ayal, sektor pertanian pun memberikan kado istimewa memasuki tahun 2023. Petani meraup untung cukup tinggi dari hasil panenya.
NTP adalah indikator ekonomi, melihat daya beli petani menggambarkan kesejahteraan petani. NTP merupakan perbandingan antara indeks harga diterima petani, dengan indeks harga yang dibayar petani.
Jika NTP lebih dari 100 artinya, petani mengalami surplus, harga produksi naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya, atau kata lain pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya.
Begitu sebaliknya jika NTP kurang dari 100, petani mengalami defisit. Besaran NTP pada November-Desember 2022 itu akibat Indeks Harga yang diterima It nilainya 125,23 didorong naiknya harga gabah, cabe rawit, karet dan kelapa sawit.
Sedangkan, Indeks Harga yang dibayar Ib bernilai 114,89, akibat adanya kenaikan harga beras, telur ayam ras, cabe rawit dan tomat sayur.
Sektor pertanian mampu menaikkan NTP sepanjang tahun 2022, bukan diakhir tahun saja. Lagi-lagi mengacu data BPS, NTP Maret 2022 sebesar 109,29 atau naik 0,42% dibanding NTP bulan Februari 2022 sebesar 108,83.
Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP) Maret 2022 sebesar 109,25 atau naik 0,67% dibanding NTUP bulan Februari 2022 sebesar 108,53. NTUP pada November-Desember 2022 pun mengalami peningkatan.
Pertumbuhan tertinggi pada Sub Sektor Hortikultura 5,11% kemudian Tanaman Pangan 1,81%, Peternakan 0,83%, serta Perkebunan 0,59%.
NTUP ini merupakan indikator dalam memperkuat kelemahan NTP dalam menghitung daya beli petani yang menggambarkan kesejahteraan petani.
NTUP adalah indikator Nilai Tukar Usaha Pertanian, yang dihitung sebagai rasio indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga masukan usaha tani.
NTUP diperoleh dari rasio Indeks Harga yang diterima petani dari usaha pertaniannya dengan Indeks Harga dibayarkan petani untuk pengeluaran usaha taninya.
Oleh karena itu, melihat perkembangan NTP dan NTUP ini tentu dapat disimpulkan bahwa kinerja sektor pertanian benar-benar sebagai bantalan ekonomi nasional.
Mengapa demikian?, karena tahun 2022 merupakan tahun yang diprediksi mengalami pertumbuhan ekonomi lambat. Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2022 diperkirakan 4,1% dari level 5,5% perkiraan sebelumnya.
Artinya, upaya meningkatkan kesejahteraan petani di tahun 2022 adalah pekerjaan sulit untuk diwujudkan. Setelah diterpa Covid 19, dunia diterpa dampak dari konflik Rusia-Ukraina, menyebabkan pasokan pangan dan bahan baku pupuk mengalami kelangkaan. Belum lagi, terjadi kenaikan harga BBM berdampak pada petani.
Kenyataanya, dari data BPS, pemerintah melalui Kementerian Pertanian justru mampu meningkatkan hasil produksi dengan harga yang menguntungkan petani.
Hasilnya, terjadi kenaikan pendapatan petani mengerek daya beli ,sehingga kesejahteraan petani terindikasikan mengalami peningkatan.
Meski masih banyak pendapat dari pengamat pertanian dan ekonomi, menilai NTP kurang tepat untuk menakar tingkat kesejahteraan petani, tapi NTP dan NTUP hingga saat ini masih menjadi satu-satunya alat ukur digunakan BPS menghitung tingkat kesejahteraan petani.
Penulis menilai, peningkatan NTP dan NTUP di tahun 2022 merupakan dampak dari implementasi program pertanian, khususnya peningkatan produksi yang benar-benar dirasakan petani.
Dengan kata lain, program Kementerian Pertanian berjalan tepat sasaran dan sesuai kebutuhan petani baik kualitas maupun kuantiti benih, pupuk dan bantuan lainnya.
Penulis sangat mengapresiasi Kementerian Pertanian telah menetapkan beberapa program prioritas dalam meningkatkan produksi, nilai tambah dan mendorong pertumbuhan ekonomi, yaitu program ketersediaan, akses dan konsumsi pangan berkualitas, program nilai tambah dan daya saing industri, program pendidikan dan pelatihan vokasi, dan program dukungan manajemen. Apalagi, menargetkan komoditas pertanian berbasis ekspor.
Oleh karena itu, akselerasi program pertanian 2023 adalah sebuah keniscayaan dalam meningkatkan terus kesejahteraan petani.
Membangun pertanian tidaklah bertumpu pada peningkatan produksi saja, tapi bagaimana dengan hadirnya teknologi dapat menurunkan biaya usaha tani, meningkatkan kualitas produk sehingga harga jualnya lebih tinggi.
Pentingnya pemerintah melakukan intervensi harga pada komoditas strategis agar harga di saat panen raya tidak jatuh atau dikendalikan pedagang.
Komitmen untuk mewujudkan ini sangat penting dan harus dilakukan secara bersinergi antar pihak. Pasalnya, memasuki tahun 2023 dihadapkan dengan tantangan yang berat karena tahun 2023 diliputi ketidakpastian.
Dunia mengalami perubahan iklim ekstrim yang menyebabkan segalanya tidak dapat diprediksi. Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat rentan menerima dampak langsungnya. Tak heran, pada tahun 2023 Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global hanya 3,2%.
Namun demikian, dengan torehan kinerja pertanian di masa pandemi covid 19 hingga tahun 2022 yang cemerlang sebagai bantalan ekonomi nasional, tantangan seberat apapun di tahun 2023 harus tetap optimis dijalani.
Pembangunan pertanian dengan tagline, “Pertanian Maju, Mandiri dan Modern” adalah kunci untuk terus menumbuhkan kesejahteraan petani meski dihadapkan tantangan seberat apapun.
Penulis: Humas Kementerian Pertanian RI, Abiyadun