Melepas Kemelekatan Hidup, Belajar dari Ibrahim dan Siti Hajar

TERASBERITA.ID, MAKKAH-MADINAH – (Dede Rosyadi, M.Sos) – Ritual ibadah kurban jika ikhlas buahnya menghasilkan jiwa ketaqwaan, menyembelih nafsu keserakahan. Menjaga kebersihan jiwa melepas simpul-simpul kecintaan dunia (materi). Ini merupakan ‘pendakian ruhaniah’ yang tidak mudah dan butuh proses panjang.

Salah satu sifat kebinatangan dalam diri manusia ialah serakah. Keserakahan adalah salah satu sifat manusia yang sangat buruk. Mengapa dikatakan buruk?, karena memiliki dampak yang buruk.

Keserakahan merupakan sikap anti sosial yang dapat merugikan banyak orang. Karena itu lah keserakahan merupakan bagian dari kejahatan.

Lalu apakah arti keserakahan itu? Apakah dapat kita artikan seorang yang rakus, suka mengambil hak orang lain atau merampas harta orang lain? Tidak demikian , keserakahan itu adalah sikap anti kebersamaan.

Orang yang serakah adalah orang yang memiliki motif pribadi, efeknya adalah mereka suka menindas, melecehkan dan menzhalimi orang lain dengan alasan kepemilikan. Tentu seorang yang telah memenuhi prosedur hukum sekalipun tidak terlepas dari sifat ini.

‘Cukuplah seorang itu disebut serakah bila ia berkata (berprinsip), ini adalah milikku, tidak ada sedikitpun hak milikmu,” sabda Nabi Muhammad SAW.

Banyak sekali manusia, termasuk saya, kita, yang tidak puas dengan apa yang dimiliki. Bahkan seringkali, makin banyak harta yang dipunyai, makin besar keinginan untuk menambah lagi.

Melalui ibadah kurban, seseorang harus dapat menyingkirkan sifat kebinatangan dalam diri. Menjadi percuma jika ibadah kurban hanya ritual tahunan tanpa makna.

Karena bukan hewan kurban yang diinginkan Allah namun ketakwaan orang yang melaksanakan ibadah ini. Setiap insan beriman yang memiliki kelebihan rezeki dan akses kehidupan diperintahkan untuk peduli dan berbagi dengan sesama.

Kita dapat temukan peristiwa-peristiwa itu dalam kehidupan sehari-hari. Dan tidak tertutup kemungkinan pelaku telah beberapa kali melaksanakan ibadah kurban. Sebagai contoh, Nabi Ibrahim as, Siti Hajar, dan Nabi Ismail as mengajarkan ketulusan dalam beribadah kepada Allah SWT.

Kisah tersebut diceritakan dalam Surat Ash-Shaffat 101-111. Ikhlas beribadah, bermuamalah, menerima musibah, bersedekah dan lainnya, dijelaskan semuanya dalam kisah itu.

Ujian keikhlasan akan dihadapi justru saat menghadapi yang berat dan tidak menyenangkan. Tapi disitu esensi ujian keikhlasan menuju kehidupan yang menciptakan insan taqwa.

Setiap ibadah, harus mampu meningkatkan kedekatan dengan Allah SWT dan menciptakan relasi sosial yang harmonis dalam jalinan hablum minallah dan hablum minannas, jika ini terbangun maka manusia akan mendapatkan keutamaan di dunia dan di akhirat.

Sumber: tabungamal.id.

Related Posts

Next Post