Teraswberita.ID-Kiai Haji Noer Ali atau Noer Ali adalah ulama dan tokoh perjuangan asal Jawa Barat. Pada 1937, Noer Ali bersama rekannya Hasan Basri membentuk organisasi Persatuan Pelajar Betawi yang ia ketuai.
Kemudian, pada 1940, Noer Ali membangun pesantren dan madrasah di Ujung Malang, Bekasi, di mana pesantren ini tidak lepas dari penguasaan Jepang. Pasca kemerdekaan Indonesia, Noer Alie dipilih menjadi Ketua Komite Nasional Indonesia (KNID) Kecamatan Babelan, Bekasi.
Kiai Haji Noer Ali lahir di Babelan, Bekasi, pada 1914. Noer Ali dikenal sebagai seorang ulama yang tidak lagi diragukan wawasan keIslamannya.
Ia telah melalang buana belajar mengenai Islam dengan banyak ulama besar, baik di tanah air maupun di tanah suci Mekah. Saat berusia delapan tahun, Noer Ali sudah belajar mengeja serta membaca bahasa Arab. Ia juga belajar mengaji dan menghafalkan surah-surah dalam Al-Qur’an kepada Guru Maksum di Kampung Bulak. Ketika beranjak dewasa, Noer Ali terus memperdalam ilmu agama Islam.
Ia juga berguru ke Guru Mughni di Ujung Malang, ia belajar mengenai ilmu keIslaman tentang tauhid. Saat masa pendidikannya ini, KH Noer Ali secara langsung juga melihat bagaimana kondisi nyata kehidupan bangsa serta masyarakatnya.
Kiprah Noer Ali melihat adanya ketimpangan antar ilmu Islam yang ia peroleh dengan yang terjadi di dunia nyata.Ia menemukan adanya kesenewengan tuan tanah ke warga pribumi, kekejian aparat kolonial, ketidakadilan, maksiat, dan sebagainya.
Sejak itu, Noer Ali tergugah untuk mulai memperbaiki kehidupan tanah air. Tahun 1934, Noer Ali berangkat ke Mekkah untuk meneruskan pencarian ilmu keIslamannya.
Selama di sana, Ali banyak belajar dengan para Syaikh atau pemimpin. Kemudian Noer Ali bersama rekan-rekan lainnya dari Indonesia, di Mekah, membentuk organisasi Persatuan Pelajar Betawi (PPB).
Tahun 1939, KH Noer Ali kembali ke tanah air. Kedatangan Noer Ali ke Indonesia ini telah merisaukan para tuan tanah serta pemerintah kolonial. Hal ini disebabkan oleh seluruh warga dengan sukarela memberikan tanahnya untuk pembangunan akses jalan di Ujung Malang, Teluk Pucung, dan Pondok Ungu. Pada 1940, Noer Ali membangun pondok pesantrennya.
Perjuangan Pada 1942, nama KH Noer Ali masuk dalam daftar ulama yang harus bekerja sama dengan penjajah Jepang. Penjajah Jepang memintanya untuk bersedia bekerja sama dengan Jepang. Namun, Noer Ali dengan tegas menolak permintaan Jepang tersebut.
Ia tidak ingin jika nanti para santrinya tidak terurus dan terpecah karena enggan bekerja sama dengan Jepang.
Pada era perebutan kemerdekaan, KH Noer Ali telah mempersiapkan santrinya dengan memasukkan mereka ke pelatihan militer bentukan Jepang. Sebagai ulama, Noer Ali tidak hanya berdiam diri. Ia menjadi “singa” medan perang.
KH Noer Ali memimpin laskar-laskar rakyat untuk bertempur merebut kemerdekaan. Bahkan, Noer Ali pernah menjadi Komandan Batalin Tentara Hizbullah Bekasi. Selanjutnya, pada 1948, setelah tercetus Perjanjian Renville, Noer Ali hijrah ke Banten.
Setahun kemudian, 1949, Noer Ali ditunjuk menjadi Ketua Partai Masyumi cabang Jatinegara. KH Noer Ali wafat pada 29 Januari 1992. Atas jasanya, pemerintah RI menganugerahi Noer Ali gelar Pahlawan Nasional berdasarkan keputusan Presiden RI No.085/TK/Tahun 2006, 3 November 2006 dilansir dari kompas.com.