TERASBERITA.ID – Gaya hidup hendonistik yang dilakukan pejabat negara dan daerah mendapat perhatian Ahli Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Suparman Marzuki.
Salah satunya adalah pembangunan kolam renang mewah di rumah dinas (rumdin) Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo yang tengah disorot karena diduga menyalahi peraturan.
Menurut Mantan Ketua Komisi Yudisial periode 2013-2015 ini, pembangunan kolam renang di rumdin Bupati Sleman patut diselidiki aparat penegak hukum.
Bahkan, bila nilainya di atas Rp 1 miliar, sudah layak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk masuk menyelidiki.
“Terkait temuan adanya pembangunan kolam renang di rumah dinas Bupati Sleman itu, menurut saya sudah layak untuk diperiksa oleh aparat penegak hukum. Karena ini adalah aparatur negara, diduga lebih dari Rp 1 miliar, serahkan sama KPK. KPK yang paling kompeten, jangan Kejaksaan atau Kepolisian,” ujar Suparman, Rabu (15/3/2023).
Dia menjelaskan, prilaku hedonis yang dilakukan para pejabat seperti membangun kolam renang, bangunan mewah, beli moge (motor gede) dan lain-lain, adalah prilaku Abuse of Power. Abuse of Power itu, lanjutnya, berimplikasi juga pada timbulnya korupsi kolusi dan turunannya.
“Abuse of Power dengan prilaku hendonistik ini sangat mungkin didapatkan dengan cara tidak fair, pelanggaran terhadap undang-undang, pelanggaran terhadap prinsip penggunaan keuangan. Bisa dikatakan ini adalah Abuse of Power terhadap policy.
Apakah perilaku hendonistik ini, membiayai atau membangun sesuatu di luar anggaran, adalah merupakan pelanggaran? Jelas pelanggaran. Pelanggaran di bidang keuangan dan itu bisa disidik oleh aparat penegak hukum,” papar dia.
Pria yang pernah menjabat Ketua KPU Provinsi DIY periode tahun 2003-2008 ini menambahkan, prilaku Abuse of Power ini terkadang tidak hanya ada pada pejabatnya, banyak juga dilakukan oleh keluarga atau orang-orang di sekitarnya.
“Sudah banyak terjadi Abuse of Power ini justru ada pada orang-orang di sekitar pejabatnya. Seperti istri atau suami, anaknya, bahkan orang-orang yang dianggap dekat pejabatnya,” kata Suparman.
Menurutnya, karena saking banyaknya kasus yang ditangani aparat penegak hukum, sangat memungkinkan banyak pelanggaran yang tidak terdeteksi. Sehingga sangat dibutuhkan dukungan dari banyak pihak.
“Seperti dukungan publik, wartawan, non government organization (NGO), atau bahkan orang dalam yang melapor diam-diam karena tidak kuat melihat prilaku pimpinan. Dan aparat penegak hukum bisa berangkat dari informasi itu, bahkan hanya melalui surat kaleng pun bisa jadi awalan untuk melakukan penyelidikan,” cetusnya.
Suparman melanjutkan, Abuse of Power seorang pejabat tidak hanya dilakuan untuk mengakali policy, terkadang kerap melakukan tekanan-tekanan terhadap bawahan dalam hal ini Aparatur Sipil Negara (ASN), hingga melakukan aksi-aksi represif terhadap pihak-pihak yang dianggap mengkritik atau memprotes prilakunya. Bahkan, selalu ada upaya-upaya untuk mengkondisikan aparat penegak hukum.
“LSM dibenci, melakukan aksi represif terhadap pers atau jurnalis bila menulis berita dianggap merugikan dengan cara pendekatan kepada pimpinan media agar berita di-take down. Bahkan berusaha mengondisikan aparat penegak hukum agar menghentikan penyelidikan atau meng-SP3-kan,” sebut Suparman.
Suparman berharap dari pihak legislatif juga melakukan tindakan sebagaimana fungsinya bila ditemukan adanya dugaan-dugaan pelanggaran atau penyalahgunaan anggaran yang dilakukan eksekutif.
Pasalnya, semua anggaran yang menggunakan dana APBD, harus melalui pembahasan dan persetujuan dari DPRD.
“DPRD punya kewenangan melakukan pemanggilan terhadap pejabat yang diduga melakukan penyelewengan atau penyimpangan anggaran. Dan bila ternyata saat diklarifikasi dan penjelasannya tidak sesuai dengan fakta pelaksanaannya, maka sudah semestinya DPRD melaporkan hal ini kepada aparat penegak hukum untuk diselidiki. Tapi kalau ternyata DPRD tidak mau melakukannya, itu pertanyaan lain,” cetusnya.
Dia menegaskan, anggaran Pemeliharaan bila digunakan untuk pembangunan, adalah sebuah penyimpangan. Pasalnya, definisi atau poin-poin dalam pemeliharaan sudah jelas tidak untuk pembangunan.
“Pemeliharaan itu sudah jelas. Memperbaiki yang rusak, seperti bocor, maintenance, mengganti interior yang usang atau ubinnya diganti bila memang dianggap sudah lama dan macam-macamlah. Tapi kalau membangun, tidak boleh menggunakan anggaran pemeliharaan,” terang dia.
Fungsi rumdin, lanjut dia, adalah fasilitas untuk menunjang kinerja yang sedang menjabat. Bahkan, siapa yang berhak menempatinya sudah jelas dalam aturannya.
“Rumah dinas dan segala fasilitasnya diberikan untuk menunjang kinerja pejabatnya atau kegiatan Pemda. Bahkan yang boleh tinggal adalah pasangan sah dan anak yang masih di bawah tanggungannya. Secara aturan saya tidak tahu, tapi kalo secara etika bila ada anak atau keluarga yang di luar tanggungannya itu tidak benar,” tegas Suparman.
Dikatakannya, fenomena semacam ini sudah banyak terjadi di berbagai daerah. Hal ini disebabkan adanya sistem yang bobrok atau corrupt warisan orde baru yang masih dipelihara.
Sehingga, walaupun SDM baikpun tidak akan bisa berbuat banyak karena adanya sistem yang buruk.
“Meskipun orang baik ditempatkan ke dalam sistem yang buruk dia tidak akan bisa berbuat banyak perubahan. Karena pasti akan banyak mengalami benturan-benturan dengan sistem yang sudah rusak,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, rumah dinas Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo jadi sorotan. Pasalnya, dalam proyek pemeliharaan senilai Rp 2,45 miliar itu, bupati telah membangun kolam renang terbilang wah.
Bupati Kustini seharusnya memprioritaskan anggaran untuk kepentingan masyarakat daripada pribadi. Meski itu terkait hak yang melekat pada jabatannya.
Saat dimintai konfirmasi terkait pembangunan kolam renang tersebut, Kustini enggan memberi penjelasan dan mengarahkan kepada Kepala Bagian Administrasi Pembangunan Pemkab Sleman.
“Kalau soal kolam renang silakan tanyakan ke Kabag Pembangunan ya, saya tidak tahu itu,” kata Kustini.
Dikutip dari laman LPSE Pemkab Sleman, Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Sleman sudah melelang proyek pemeliharaan rumah dinas bupati dengan pagu paket senilai Rp 2.455.500.356. Lelang proyek ini sudah selesai di 2022 dengan kategori konstruksi.
Mantan Kepala Bagian Administrasi Pembangunan Pemkab Sleman Elli Widiastuti, sekarang menjadi Sekretaris Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD), dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sleman mengakui pembangunan kolam renang tersebut atas permintaan Bupati Kustini.
“Atas nama Kabag Administrasi Pembangunan yang saat perencanaan pemeliharaan rehab rumah dinas Bupati. Bahwa pada tahun 2021 telah melakukan pendataan 10 item pemeliharaan rehab rumah dinas Bupati kecuali kolam renang. Tetapi tahu-tahu masuk atas perintah kepala daerah. Setelah dilaksanakan maka dilakukan reklas dan merubah LRA-nya, sehingga kolam renang sudah masuk aset,” ungkap Elli Widiastuti.