TerasBerita.id – Sekitar tahun 2016, kami mulai mengenal sosok Usamah Hisyam. Ia menjadi salah satu Mahasiswa Magister Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Meski terpaut usia jauh dengan mahasiswa lainnya. Sebab itu kami memanggilnya, Pak Usamah. Ia tidak malu, apalagi gengsi belajar dengan mereka yang berusia muda.
Seminggu tiga kali pertemuan di ruang kelas perkuliahan, semakin intens keakraban kami dengan pria berkacamata tersebut.
Meski kesibukannya padat, Pak Usamah tetap berusaha hadir dalam perkuliahan, mengisi absen, persentasi materi, hingga mengerjakan tugas yang diberikan dosen.
Biasanya, usai jam perkuliahan selesai. Mahasiswa tidak lantas pulang, mereka duduk kongkow bersama-sama, termasuk Pak Usamah.
Dari obrolan di sudut warung pecel lele dekat kampus, tercetus lah ide mewadahi para mahasiswa agar mereka bukan sekedar mahasiswa “Kupu-Kupu” alias kuliah setelah itu pulang.
Kawan-kawan mahasiswa Magister KPI yang masih muda itu bersemangat membuat “gebrakan” yang beda dari angkatan lainnya. Berawal, membuat satu portal media sebagai wadah menuangkan pikiran dan mengasah bakat menulis.
Namun, semangat menggelora tapi dana tidak ada. Nah, di sini peran Pak Usamah hadir untuk mensuport keinginan teman-teman kuliah seangkatannya tersebut.
Dengan gaya santai, Pak Usamah mendengarkan konsep, ide dan masukan dari kawan-kawan magister KPI. Tanpa syarat dan berbelit-belit, Ia langsung menyanggupi “request” dari temannya yang dominan berusia muda tersebut.
“Segera cari tempat (kosan). Buat diskusi, dan kegiatan angkatan kita ya. Yang dekat-dekat kampus ajah Selain tempat kantor, juga buat kumpul-kumpul kalau ada kegiatan,” ujar pria asal Surabaya tersebut.
Namun, tidak semudah itu mencari lokasi kosan. Jika ada pun, harganya lumayan mahal. Namun, tidak diduga, Pak Usamah langsung sepakat dengan nominal harga sewa kosan yang relatif mahal bagi kantong mahasiswa.
“Ada kosan dekat kampus Pak. Tapi sewanya mahal, sekitar 30 juta rupiah setahun,” ucap Hilmi Muharromi, salah satu mahasiswa yang ditugaskan mencari tempat kosan tersebut.
“Oh, ya sudah ambil aj itu (kosan). Yang penting dekat dari kampus. Biar teman-teman yang rumahnya jauh kalau mau nginep juga bisa. Nanti saya transfer uangnya, bayar setahun,” tutur Pak Usamah.
“Nanti, untuk keuangan, selama kebutuhan kegiatan teman-teman, saya percayakan ke Nabila ya,” imbuhnya.
Kosan itu dinamai, Rumah Kita (RK). Mungkin jika bukan kedermawanan Pak Usamah, ketulusannya, entah tiap usai jam perkuliahan kawan-kawan yang rumahnya jauh menginap di mana?.
Nabila, seorang mahasiswi satu angkatan dengan Pak Usamah, Ia dipercaya penuh memegang kendali aliran dana. Mulai dari masak bareng, hingga ngundang dosen ngajar di Rumah Kita.
Sementara, Haqi Annazilli sebagai “penggembira” suasana saat tugas perkuliahan rumit. Ia menjadi “bom” tawa riang memecahkan suasana.
Hari demi hari, bulan berganti tahun. Kebersamaan kami dengan Pak Usamah semakin akrab. Selayaknya seperti Ayah dan anak. Bahkan, kerap makan bersama di tempat yang mahal harganya. Ia memboyong seluruh teman angkatan kuliahnya, makan bareng.
“Silahkan pilih menu yang kalian suka yaa,” ujarnya.
Sontak, teman-teman seangkatan kuliahnya gembira sekaligus jaim. Sebab, harga menu makanannya seporsi lumayan mahal. Jika dibandingkan makan di warteg cukup seminggu lah.
Namun, pribadi Pak Usamah tidak hitung-hitungan. Ia tulus mentraktir teman-teman kuliah seangkatannya. Kedermawanan seorang Usamah Hisyam memang tidak diragukan lagi, apalagi terkait pendidikan dan agama.
Semangat menuntut ilmu juga terlihat. Di usia paruh baya Ia masih “berambisi” meraih gelar sarjana Magister, bahkan terakhir gelar Doktor.
Di penghujung hayatnya, Pak Usamah Hisyam membangun sebuah Pesantren Tahfiz Al- Qur’an di wilayah Bogor. Pesantren yang dikhususkan untuk anak yatim dan mereka yang tidak mampu secara biaya mengenyam pendidikan.
Kami bersyukur mengenal sosok Pak Usamah. Ia sebagai sahabat, bapak dan sekaligus “penyelamat” kawan-kawan saat-saat masa kuliah.
Kedermawanan dan kebaikan Pak Usamah meski tidak tercatat di buku harian perkuliahan. Namun, tercatat menjadi sebuah amal kebaikan saat Ia menghadap Allah SWT.
Selamat jalan Pak Usamah. Jejak kebersamaan dan kebaikanmu selalu terkenang dipelupuk ingatan. Kami, Nabila, Hilmi, Deros, Sobirin, Haqqi, Aldi, Fanshobi, Muslim, Kolisah, Zaki, Aldi, Egits, Jose, Zulfa, Temon, Lukman, Alfani, Abror, Lisa, Nizam, Nasrul, Wardah, Eliza, belum sempat membalas kebaikan Bapak, hanya sebatas mengirimkan sepucuk Al-Fatihah dalam doa.
(Deros Rosyadi)