TERASBERITA.ID, JAKARTA – Curah hujan yang merata di beberapa wilayah di Indonesia memiliki nilai positif bagi petani di lahan kering. Walaupun kondisi pertanaman di Indonesia sudah tebangun irigasi-irigasi untuk penanaman padi tapi ada beberapa daerah masih belum memiliki atau belum tersedia irigasi baik, sehingga pengembangan padi lahan kering dan tadah hujan perlu dioptimalkan.
Dalam acara Bimbingan Teknis dan Sosialisasi (BTS) Propaktani Episode 603 Rabu (30/8/2022), Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi menuturkan pengembangan padi tadah hujan dan lahan kering mendukung ketahanan pangan merupakan antisipasi dari ancaman krisis pangan global. Kementerian Pertanian (Kementan) mengoptimalkan segala potensi lahan untuk dilakukan penanaman padi.
“Arahan dari Bapak Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo seluruh potensi lahan jangan nganggur harus digunakan. Lahan hutan boleh, lahan perkebunan boleh apapun disitu ada petani harus bergerak. Semua potensi kita gunakan. Kalau terbatas budget constraint-nya ya pake KUR, ini peluang lagi, KUR masih ada 20 Triliunan,” ucap Suwandi.
Koordinator Padi Tadah Hujan dan Lahan Kering Direktorat Serealia, Kementan, Hasnul Fajri menambahkan Kementan memiliki kebijakan pengembangan padi lahan kering. Yakni stimulan bantuan pemerintah budidaya padi lahan kering dari tahun ke tahun terus ditingkatkan.
“Diharapkan terus berkembang lagi di daerah-daerah sehingga semangat petani yang kita bantu dapat fokus mengembangkan padi lahan kering di wilayahnya masing-masing,” ungkapnya.
Bersamaan, Direktur Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial, Catur Endah Prasetiani menuturkan adanya peluang pengembangan padi di lahan kehutanan. Masyarakat Desa yang berada di sekitar/dalam kawasan hutan mempunyai ketergantungan terhadap keberadaan kawasan hutan dapat memanfaatkan kawasan hutan untuk pengembangan padi yaitu salah satunya dengan skema Perhutanan Sosial namun varietas padinya adalah tadah hujan atau padi gogo.
“Memperhatikan juga kesesuaian lahan untuk padi di Kawasan hutan. Lokasinya di fungsi hutan produksi blok pemanfaatan dengan pola penanaman Agroforenstry karena prinsip utamananya adalah menjaga kelestarian hutan atau mencegah deforestasi,” tutur Endah.
Fungsional Statistisi Ahli Muda Pusdatin Kementan, Aulia Azhar A mengungkapkan luas lahan sawah tadah hujan sekitar 1,8 juta ha atau 24% dari luas sawah di Indonesia. Jika diasumsikan produktivitas 5 ton/ha maka produksi padi kurang lebih 9 ton/ha atau 15 sampai 20% dari total produksi padi nasional.
“Untuk potensi lahan kering baru ada di 24 Provinsi dengan total luas 1,97 juta hektar dengan asumsi provitas padi di lahan kering 3,5 ton perhektar maka berpotensi menambah produksi padi sekitar 4,58 juta ton,” jelasnya.
Sub Kordinator Subtansi Produksi Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunung Kidul, Danang Sutopo menjelaskan pengembangan budidaya padi tadah hujan dan lahan kering. Kabupaten Gunung Kidul dengan ekosistem karst atau pengunungan kapur dengan batuan kapur yang tersusun, berpori dan air cepat meresap.
“Kita berusaha melakukan pembangunan irigasi air tanah dangkal dan dalam, pembangunan Dam parit, pembangunan RJIT, perpompaan, perpipaan dan panen air hujan merupakan upaya pemerintah dalam peningkatan index pertanaman menjadi 2 kali padi 1 kali palawija,” ungkap Danang.
Sementara itu, Peneliti Pertama BB Padi, Zaqiah Mambaul Hikmah mengatakan ada beberapa komponen teknologi untuk peningkatan produksi padi sawah tadah hujan dan lahan kering. Yakni penggunaan varietas unggul dan pergiliran varietas, benih bermutu dan bibit sehat, penyimpanan lahan optimal dan pengaturan cara tanam.
“Kemudian pemberian kompos atau bahan organik, penggunaan pupuk berdasarkan kondisi lahan dan kebutuhan tanaman, konversi tanah dan air serta pengendalian gulma dan organisme pengganggu tanaman terpadu,” jelas Zaqiah.
(Dede Rosyadi)