Ree terdiam seribu bahasa saat Sultan menagih janji jawaban cinta. Entah apa yang ada dipikiran Ree saat itu. Dengan wajah bingung, cuek atau memang jawaban itu tidak penting.
Beberapa kali Sultan mendesak Ree agar memberikan jawaban. Sungguh jawaban ini lebih syulit dari mengerjakan PR menggambar. Syulit… Syulit sekali.
Beberapa kali Ree mengalihkan pembicaraan. Beberapa kali juga Sultan mencecar jawaban. Negosiasi berjalan alot, seperti perubahan siaran TV analog ke Digital.
Seketika, Ree punya ide, Ia langsung memangil abangnya bernama Dewa, yang saat itu sedang sibuk memesan dan menunggu nasi goreng via go food.
“Bang Dewa, tolong dong bantu aku. Jawab pertanyaan Sultan. Aku tak tega jawabnya dan aku harus bagaimana?,” ucap Ree dari kejauhan.
“Oh, Sultan. Emang belum kelar juga itu drama korea. Ah, kamu Ree, masa kamu yang ditembak, aku yang menjawab. Mimpi apa aku semalam,” canda Dewa dengan nada sindiran.
“Iya Bang, aku serahkan sepenuhnya jawaban itu ke kamu,” kata Ree sambil mengibaskan rambutnya yang panjang dan bergelombang.
“Hmmm.. gitu ya?. Ok, aku coba bantu,” ujar Dewa sambil mengatur nafas dalam-dalam.
Seketika itu, Dewa langsung bergegas menemui Sultan, meninggalkan nasi goreng yang belum tuntas disantap. Plastik kerupuknya juga belum sempat dibuka, masih utuh.
“Nanggung juga nih nasgor. Emang yang nanggung ga enak, belum menggelinjang ditenggorokan. Ya, sudah demi adikku, Nasgor aku tinggalin,” gumam Dewa dalam hati.
“Hai Sultan. Apakabar? Sedang apa kamu, sama siapa?, dan semalam berbuat apa,” tanya Dewa, mirip lirik lagu Kangen Band.
“Hai Abang Dewa. Baik bang, sendirian aja nih. Semalam Sultan gak bisa tidur,” jawab Sultan dengan nada sember.
“Loh koq, ga bisa tidur. Mikirin apa sih Sultan?,” tanya Dewa pura-pura tidak tahu.
“Iya Bang, Sultan nunggu jawaban Ree. Rasanya menunggu sehari seperti satu abad. Andai waktu bisa diputar dan Sultan bisa pinjam kantong ajaib Doraemon. Hmm..,” curhat Sultan sembari memandang kasur.
“Sultan yang dirahmati Allah, begini Sultan. Ree itu belum mau sama Sultan,” jawab Dewa tanpa tedeng aling-aling alias the point.
Seer…, seketika wajah sultan gelap, tubuhnya seperti disiram air dingin es kutub utara, mulutnya bergetar seperti mengunyah tulang ikan, hatinya remuk seperti tertabrak kereta api, aliran darahnya kocar-kacir mengalir tak beraturan, matanya kelap kelip seperti kunang-kunang. Untung saja Sultan belum sempat menggelinjang. Selamatlah Sultan.
“Sabar ya Sultan. Jawaban Ree itu sudah dipertimbangkan dengan secara seksama dan dalam waktu tempo sesingkat-singgkatnya di Bekasi, 30 Oktober 2022,” imbuh Dewa dengan rinci dan terukur.
“Iya bang. Tapi…. tapi bang,” kata Sultan tak sanggup melanjutkan kalimat lantaran mulut seperti dikunci malaikat.
Sultan, sudah tidak bisa berkata apa-apa, apalagi merayu Ree dengan panggilan Sayang. Ya, kata sayang enggak bikin kenyang.
“Aku ikhlas Ree. Aku lega, meski dada ini terasa sesak seperti digencet pintu lemari. Aku bingung, kemana harus lari. Gelas juga enggak ada, mau sultan pecahin, seperi di film-film,” ucap Sultan dengan nada datar kepada Ree.
Obrolan mereka bertiga sampai larut malam hingga menjelang pagi dini hari. Untung takmir mesjid belum bangunin solat, sehingga kata-kata Sultan jelas terdengar. Coba kalau Sultan lagi bicara, tiba-tiba takmir masjid baca solawat. Jadilah itu malam muhasabah.
“Sultan. Ree masih fokus dengan kerjaan, banyak hal yang musti dipertimbangkan. Sebab, cinta itu tak seperti membalikan telapak tangan,” jelas Ree kepada Sultan.
Mendengar ucapan Ree, Sultan hanya mengangguk-anggukan kepala, sembari memandang rumput ilalang.
“Iya Ree. Sultan coba berusaha ikhlas. Sultan berusaha berubah jadi orang baik. Sultan terima kasih kepada Ree, bikin Sultan berubah,” ucap pria berbadan bongsor.
“Ree, Sultan pamit dulu ya. Mau nge-cas batrei hp tinggal 2 strip. Ntr malam kita bisa bersua kan?,” harap Sultan mengalihkan rasa sakit tak berdarah.
“Ya, nanti kalau ga ketiduran,” tutup Ree.
(drs)