TERASBERITA.ID, BEKASI – Perayaan Idul Adha 1443 H menjadi tongak sejarah sebuah nilai pengorbanan dan keiklasan manusia melepas apa yang dimilikinya.
Titik balik manusia kepada fitrahnya. Berserah diri, memohon ampun bahwa segala sesuatu itu Allah SWT yang menggerakan. Tidak ada daya dan upaya melainkan kuasa Tuhan.
Esensi berkurban, dari sejarah nabi Ibrahim kepada anaknya Ismail, bahwa perintah Allah SWT musti dijalankan dengan rasa ikhlas, meski harus mengorbankan yang Ia sangat sayangi.
Nilai berkurban yang bisa kita petik menjadi sebuah pelajaran hidup, bahwa kita sebagai makhluk lemah semestinya tahu diri bahwa semua yang diperoleh di dunia ini, baik materi dan kesenangan dunia tidak bisa dengan semena-mena. Semua keserakahan, ketamakan dalam diri manusia dikikis habis, sehingga membuahkan jiwa insan kamil.
Jiwa-jiwa ketaqwaan kepada Allah SWT. Melaksanakan segala perintahNya dan meninggalkan segala larangan Allah SWT. Itu esensi ketaqwaan yang sesungguhnya.
Momentum kurban idul adha bukan hanya sebagai ritual tahunan. Kurban bisa kita maknai sebagai sebuah bentuk keikhlasan, kerendahan hati melepas keangkuhan, kesombongan yang ada di diri manusia.
Saatnya balik ke titik nol. Hijrah menjadi manusia yang dermawan, rendah hati, saling memmbantu, toleransi dan saling berbagi antar sesama makhluk serta manusia.
Rasa syukur kepada Illahi. Kedamaian dan ketenangan jiwa manusia terlihat saat dirinya sudah melepas segala kemeleketan dunia. Sadar bahwa segala yang dimilikinya itu hanya titipan. Semua setiap saat bisa hilang, lenyap. Dari Allah, kembali kepada Allah SWT.
(Dede Rosyadi, S.Sos.I, M.Sos)