“Ree, jangan bawa-bawa malaikat. Malaikat ga usah diajak. Cuekin ajah,” pinta Sultan kepada Ree, perempuan berkulit putih, berparas manis, berambut hitam panjang bergelombang.
Sontak, Ree tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan si Sultan dengan nada datar dan polos, tapi sesekali suka gombal (sayang enggak bikin kenyang Sultan).
“Sultan, kita hidup dikelilingi malaikat, mereka catat segala amal perbuatan manusia, meski mereka tak nampak, tapi ada,” jelas Ree memberikan argumennya.
“Aduuuh, malaikat lagi, malaikat lagi. Pokoknya cuekin ajah itu malaikat. Dia gak kelihatan Ree !” tukas Sultan dengan nada mulai jengkel.
Kisah obrolan tentang malaikat dan Sultan berawal saat siang hari ketika si Sultan janji kepada Ree mau beli bon cabai, bakal dibuktikan pada malam hari. Sialnya, saat malam hari tiba, Ree menagih janji sang Sultan. Sontak pria berbadan bongsor ini mengeluarkan ‘seribu jurus alasan’ agar Ree percaya kepadanya dan luluh. Pria itu dipegang ucapannya Sultan, bukan itunya….
“Tadi Sultan mau beli bon cabai, tapi ga ada di warung Ree. Sultan janji besok bakal beli. Ga apa-apa ya Ree. Gpp kan?,” bujuk Sultan kepada Ree dengan nada memelas.
Namun, Ree tidak mudah luluh dan percaya begitu saja kepada Sultan yang sering ‘ngeles’ seperti Bajai suka nyalip di jalan Ibu Kota Jakarta.
Ree, sudah tahu akal bulus Sultan tiap malam kerjaannya selalu “bersemedi” di kamar beralaskan seprai, beratap loteng, berjendela bilik papan, bermodal handphone jadul serta headset model pilot mau menerbangkan pesawat ke luar angkasa. Planet Mars.
“Janjimu dicatet loh Tan sama para malaikat,” tegas Ree dengan nada sinis buang muka Sultan.
“Yah Ree, malaikat lagi, malaikat lagi. Malaikat jangan diajak-ajak apa. Ini janji kita berdua Ree. Hanya kita berdua. Koq jadi ribed ini urusannya, bawa malaikat sih,” keluh Sultan, tangannya sambil mengelus-elus jidat tanda pusing dengar nama malaikat.
Lagi-lagi, Ree tertawa terpingkal-pingkal, lantaran kelakuan Sultan yang masih kekanak-kanakan dan pikirannya suka ngawur saat diajak bicara. Kadang ditanya soal A malah jawabnya B. Begitulah Sultan dengan segala kekurangan dan ke khilafannya. Jika ada ucap yang benar itu datang dari Sang Pencipta. Dan yang salah pokoknya semua itu dari Sultan semata.
“Udah Ree, malaikat jangan dibahas lagi, bikin ribed hidup, udah Ree, udah,” pinta Sultan dengan wajah sedikit kesal.
“Ok, Tan. Sekarang aku mau tahu. Kamu kan muslim. Coba sebutkan rukun Islam ada berapa?,” tanya perempuan asli anak Betawi Bekasi tersebut.
“Hmm… rukun Islam ada delapan Ree,” jawab Sultan dengan nada yakin tanpa ragu. (ente kadang-kadang Sultan).
Mendengar jawaban pria berbadan tambun, berambut belah sedikit, berkulit sawo matang, lagi-lagi Ree tidak bisa menahan tawa. Seketika suasana pecah, sebab baru kali ini seumur hidup Ree dengar, rukun islam ada delapan. Oh My God. Ya, salaaam. Sultan Raja Minyak dari Kayangan. (tepok jidat)
“Apa Tan? Delapan?. Yang bener kalau jawab,” cecar Ree dengan nada dongkol.
“Berapa ya, yang benar. Sebentar-sebentar Sultan lihat contekan dulu. Ohya, rukun islam itu ada lima Ree. Benar kan ya, benar kan,” kata Sultan dengan senyum mengembang.
“Ya dah, bener. Coba sebutin Tan,” pinta Ree kepada Sultan.
“Aduh, kenapa jadi ribed begini sih Ree. Tadi bahas malaikat, sekarang bahas rukun islam. Ini jadi enggak, janji kita tadi siang,” protes Sultan kepada Ree sambil mengelus-elus rambut klimis bekas minyak goreng.
“Iya, jadi. Tapi jawab dulu itu rukun islam ada berapa dan sebutin apa ajah,” pinta Ree.
“Oh… Hmmm… pertama baca sahadat, kedua bayar zakat, ketiga berangkat haji, keempat puasa, kelima apa ya?. Hmm.. oh iya, solat. iya solat,” jawab Sultan tanpa runut tak beraturan.
“Iya dah, betul. Solat salah satunya rukun islam. Sultan terakhir kali solat kapan?,” cecar Ree kepada Sultan.
“Aduh, lupa. Kapan ya?. koq jadi ribed begini Ree. Aduuuh… nanya solat lagi ini. Sultan lupa,” kesal Sultan sambil gigit kabel listrik.
“Tan. Soalnya nanti pas kamu meninggal. amal perbuatan pertama kali yang ditanya malaikat itu tentang solat. Terus malaikat nanya, siapa Tuhan mu, apa agama mu, siapa nabi mu, di mana kiblat mu. Gituh Sultan,” jelas Ree.
“Malaikat lagi, malaikat lagi… Aduuuh, kenapa sih malaikat selalu ikut campur terus Ree. Jangan diajak Ree malaikat, biarin ajah Dia. Gak ada urusan Sultan sama malaikat. Malaikat juga ga kenal Sultan,” protes Sultan lantaran mendengar nama malaikat lagi.
Saking jengkelnya, Sultan bahkan tak mau kenalan dengan malaikat. Mendengar namanya saja enggan, apalagi bertatap muka. Sultan lebih suka berkawan dengan Tuyul mungkin.
“Sultan pusing sama malaikat. Apa urusannya Dia sama Sultan. Sultan juga ga kenal si malaikat. Cuekin ajah Ree itu malaikat,” ucap Sultan yang tiap malam gemar pakai kain sarung pemberian Kang marbot mushola dekat rumahnya, lantaran dirinya terlalu rajin ke WC mushola. Ngapain di WC ?. Hanya Sultan dan Tuhan yang tahu.
“Yudah, sekali lagi deh. Coba ucapin dua kalimat syahadat Sultan. Orang islam musti bisa sahadat, masa kalah sama anak kecil Sultan,” ujar Ree.
“Ok, ok. Asyhadu an laa ilaha illallah, wa asyhadu anna muhammadar rasulullah,” jawab Sultan dengan gaya cengegesan, santai tanpa dosa seperti bayi baru lahir.
“Nah, sekarang terjemahin, arti kalimat syahadat itu,” pinta Ree dengan sabar.
“Aduh… Ree. Terjemahnya ga usah ya. Ga usah. Aduh… jadi tambah ribed begini sih jadinya. Aduh….,” keluh Sultan mulai tak berdaya, lelah, lunglai, seperti habis diperiksa 24 jam tim penyidik Bapak Sambo.
“Kagak afdol Sultaaan, bisa ngucapin syahadat tapi ga tahu artinya. Ayo artiin,” tegas Ree.
“Aduh.. kenapa jadi begini sekarang. Jadi bahas tentang rukun islam, malaikat, baca surat al quran. Aduh.. Ree. Apalagi bawa malaikat. Malaikat jangan dikasih ikut. Cuekin ajah, cuekin, bikin ribed malaikat. Aduh…Ree, aduh pusing,” ucap Sultan sembari selonjoran dipojok kamarnya sembari menatap asbes yang bocor.
Kisah antara malaikat dan Sultan ini memang terjadi spontanitas, tanpa rekayasa, mengalir dan terjadi begitu saja. Seperti pertemuan Rangga dengan Cinta di kisah film Ada Apa Dengan Cinta, meski alur kisahnya jauh 160 derajat.
Ree, wanita karir, berfikiran bijak dan dewasa, penyabar serta penyayang sejuta umat.
Sementara Sultan berbadan besar gembul (bongsor), usia mapan, namun pola pikirnya masih ke kanak-kanakan, inginnya selalu dimanja, diperhatikan. Seperti anak kucing kehilangan biang.
Ibaratnya, persahabatan Ree dan Sultan itu bagai air dan minyak. Tidak menyatu, namun saling merindu bersenda gurau pagi, siang dan hingga larut malam. Tak kenal hari, selama konter Hp masih jualan pulsa, InsyaAllah Sultan ada.
Karakter Ree seperti air. Mengalir (humble) berkawan kepada siapa saja (boleh kenalan, tapi jangan dibawa pulang).
Sementara Sultan, seperti minyak goreng yang langka dipasaran. Ia muncul secara tiba-tiba. Ibarat Jailangkung, datang tak diundang enggak bawa uang, pulang tak diantar tanpa mengucapkan salam.
Cukup sekian, kisah anak manusia bernama Sultan, serta Malaikat yang terabaikan. Maaf baterai mau habis. Nanti lanjut lagi ya Bund. Ehh….
Salam Sultan dari Binjai.
(drs)