TERASBERITA.ID, BEKASI – Kampung Pengarengan, salah satu kampung di Kelurahan Kaliabang Tengah, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi.
Nama Kampung Pengarengan mulai di lupakan. Orang lebih mengenalnya dengan sebutan Kavling Pengarengan, mungkin itu berlaku kepada orang yang bukan pribumi.
Jika kita menelusur kedalam Kavling Pengarengan ada Kampung kecil dihimpit dengan Perumahan Chandrabaga dan Perumahan Pondok Ungu Permai (PUP).
Kampung Pengarengan sudah ada sebelum Kavling Pengarengan dihuni masyarakat pendatang.
Generasi sekarang sudah lebih mengenal nama kavling pengarengan dibanding kampung pengarengan yang memiliki historis panjang.
Nama kavling itu merujuk pada perumahan baru, yang dahulunya persawahan, kebun-kebun milik orang pribumi.
Sedangkan kampung adalah kesatuan lingkungan tempat tinggal yang dihuni oleh sekelompok masyarakat yang sudah di huni sejak lama dibangun oleh para leluhur setempat.
Kampung pengarengan bukan kampung baru kemarin, kampung pengarengan tumbuh dan berkembang dengan sederhana, mengikuti tumbuhnya wilayah Bekasi.
Jika bersumber dari data berbagai arsip sejarah, ternyata wilayah Bekasi pernah dijadikan Ibu Kota Kerajaan Tarumanagara (358-669), pada saat Raja Purnawarman (395 M – 434 M).
Kerajaan terbesar saat itu di Nusantara
Dan setalahnya ada priode peradaban yang terputus lalu muncul Kembali pada jaman orang-orang eropa masuk Ke Nusantara, mereka mendiri kan perusahaan besar bernama VOC di Sunda Kelapa, yang di rubah Namanya menjadi Batavia ( atau sekarang Jakarta ).
Serangan pada tahun 1628 dan tahun 1629 oleh Sultan Agung dari Kesultanan Mataram ke Batavia (sekarang Jakarta), berakhir gagal menjatuhkan VOC kala itu dan ada tersiat kabar dari kerajaan mataram bahwa prajurit yang ikut penyerangan di Batavia akan di hukum gantung, apabila kembali pulang.
Para prajurit mataram ini kemudian tidak Kembali pulang, mereka memilih tinggal di pinggriran Batavia atau Ommelanden, dalam catatan VOC bahwa orang-orang jawa atau tentara mataram yang kalah perang itu menghuni wilayah sisi timur Batavia.
Kemungkinan salah satunya adalah daerah kaliabang, karena dalam penyebutan jawa kali-abang, kali yang artinya sungai, abang yang artinya merah.
Merah disini bukan merah darah melainkan kemerahan, atau orang kampung menyebutnya airnya warnanya tieng, karena kali abang yang hulunya adalah sebuah rawa tembaga bukan dari kali Bekasi.
Di sini penulis meluruskan bahwa sejarah Kaliabang bukan karena dari pertempuran KH.Noer ali dan pasukannya yang menjadi korban lalu jatuh di kali hingga kali berwarna merah.
Nama Kaliabang sudah ada jauh dari jaman perang kemerdekaan, dalam peta Belanda nama Kaliabang sudah ada sejak tahun 1850-an, kemungkinan lebih jauh dari itu sudah ada nama Kaliabang.
Seiring berjalan waktu kaliabang menjadi meluas dan muncul daerah hunian baru di sekitarnya banyak kampung, salah satunya Kampung Pengarengan Kaliabang Tengah, Bekasi Utara.
Penamaan kampung ini biasanya dari apa yang ada di sekitar wilayah itu seperti jenis tumbuhan, kultur geografis, kebiasan orang-orang daerah tersebut dan peristiwa besar.
Kampung pengarengan, waktu itu sangat kecil hanya beberapa orang yang menghuninya, tidak ada catatan tertulis siapa pendiri kampung pengarengan pertama, namun secara lisan terhenti di Eron.
Kenapa dinamakan Pengarengan?. Dari cerita lisan, kampung pengarengan dahulunya banyak yang jual arang, Arang telah menjadi bagian dari masyarakat masa lampau Arang yang berasal dari kayu masih sehat memungkinkan digunakan oleh masyarakat karena lebih memiliki nilai lebih dari pada kayu bakar.
Bahan membuat arang pun mudah didapat pada masa lampau karena hutan menyediakan kayu yang melimpah.
Dahulu di kampung pengarengan banyak sekali pohon asem, pohon yang biasa digunakan sebagai sumber bahan pembuat arang.
Saya pernah berdiskusi dengan Arkeolog Indonesia, Chandrian Attahiyyat, Ia banyak mempelajari tentang peninggalan sejarah di Jakarta.
Chandrian mengungkapkan, bahwa penamaan suatu daerah yang menggunakan kata Pengarengan adalah dahulu tempat pembakaran.
Kita bisa bayangkan dahulu nenek moyang kampung pengarengan pembuat arang, lalu di jual kepada siapa?. Pastinya kepada tuan-tuan si kulit putih dari bangsa Belanda dan para tuan tanah.
Ada beberapa surat kabar yang menyebutkan, nama pengarengan. Kampung Pengarengan di Bekasi ada dua Pengarengan yang di daerah Kabupaten Bekasi.
Sedangkan kampung pengarengan yang berada di kaliabang secara gambar peta sangat jelas ada, tapi karena wilayahnya begitu kecil, di gabungkan dengan wilayah Kaliabang Rawa Rotan (kampung Rorotan Kaliabang Tengah).
Dalam gambar peta tahun 1870-an terdapat sebuah danau di pinggir kampung pengarengan dan danau besar ada di daerah rorotan, serta rawa silam ada sungai-sungai untuk irigasi sawah.
Danau tersebut lambat laun menjadi rawa- rawa, lalu menjadi persawahan, maka tidak heran bila ada persawahan yang di bilang, kalau sawah disitu dalam, sebab bekas rawa.
Pada tahun 1900 an kampung pengarengan tumbuh dengan sederhana, para warga mencari nafkah dengan cara Bertani dan menjual arang, biasanya menjual arang selain ke tuan-tuan Belanda dan tuan tanah.
Mereka juga akan pergi ke pasar mester atau jatinegera, warga kampung pengarengan dari segi Pendidikan pun hanya belajar agama dan itu harus keluar kampung.
Pada jaman perang kemerdekaan tahun 1945-1949, tidak begitu banyak cerita di kampung pengarengan, tapi saya berpedoman pada catatan TNI bahwa, semua kampung yang ada di Bekasi adalah wilayah bertempur. Sebab, hampir semua kampung di Bekasi pasti ada makam pahlawan yang gugur. Apa lagi dalam catatan sejarah pernah ada pembantain di daerah Bekasi utara.
Johenes Leimena, Mantan mentri kesehatan, pernah berkirim surat ke pihak Belanda, Ia protes terhadap pembantai sekitar 300 orang yang terjadi di Bekasi Utara, lalu Belanda membalas surat, dan membatah atas tuduhan tersebut.
Pada tanggal 27 januari 1948, Belanda malakukan sweping besar-besaran di sekitar kampung di Bekasi Utara, Kaliabang Tengah, Penggarutan, Rorotan, Tanah Tinggi, Ujung Malang, Tambun Kaliangke, Tambun Buaya.
Pasukan Belanda mencari para pejuang, setiap kampung semua laki-laki di kumpulkan, apabila ada yang dicurigai sebagai pejuang langsung dieksekusi di tempat. Kala itu seluruh laki-laki berbagai kampung dikumpulkan di rawa sepat, lalu sekitar 300 kaum laki-laki dieksekusi mati.
Dalam cerita lisan ,ada eksekusi tentara Belanda di daerah perbatasan rorotan dan rawa silam, dengan cara digantung, tidak di pungkiri pasti daerah kampung Pengarengan pasti kena bagian dalam sweping untuk mencari pasukan KH.Noer Ali.
Sekedar informasi, di kampung pengarengan ada dua Veteran. Namun, dalam penuturan warga, hampir semua laki-laki di Kampung pengarengan Angkat senjata saat Perang Revolusi Kemerdekaan.
Ada yang aktif ikut bergerilya dan ada juga hanya ikut bertempur, apabila terjadi di sekitar daerah Bekasi Utara saja. Semua bergabung dengan Pasukan Hizbullah KH.Noer Ali.
Setelah Perang selesai, warga kampung Pengarengan menjalani kehidupan sederhana. Mulai beralih profresi, yang dahulu menjual arang kini tidak. Karena lambat laun arang tidak populer lagi lantaran kemajuan teknologi, kebanyakan beralih profesi menjadi petani, dan berdagang.
Masyarakat mulai sekolah, dunia pendidikan mulai masuk saat KH.Noer ali berhenti berpolitik dan berfokus ke pesantren, lalu menyerukan untuk membuat sekolah madrasah di kampung-kampung, akan tetapi tidak semua kampung ada sekolah.
Di era tahun 1970-an, kampung pengarengan menjadi salah satu sentral Pendidikan, seperti masyarakat Kampung Rawa silam, Poncol, Rorotan.
Mereka bersekolah di kampung pengarengan, tetapi sampai jenjang kelas 3 Madrasah Ibtidaiyah saja. Selanjutnya mereka harus melanjutknya kelas 4-6 MI di Al-Wustho, Kaliabang Tengah.
Dunia Pendidikan mulai berkembang di kampung pengarengan, dengan dibimbing salah satu Tokoh Agama dari kampung pengarengan bernama Guru Muhammad Alwi bin Royani, sosok guru yang tegas dan sabar mengajar para muridnya. Biasanya setiap Habis Ashar dan Magrib anak-anak mengaji pada Guru Alwi.
Dengan kegigihan Guru Alwi berhasil mencetak Generasi Penerus di Kp.Pengarengan, diantaranya, Ustadz H. Syarwani, Ustadz H. Zayani, Almarhum Ustadz Ubaidillah, Ustadz H. Marhusin, Ustadz A. Taufiq Ma’ruf, Ustadz Fathul Alwi dan masih banyak lagi.
Pada tahun 1980-an Kampung pengarengan mulai masuk di fase tumbuhnya perumahan baru dimana ini sebelumnya pernah di ungkapkan Pahlawan Nasional KH.Noer Ali saat Acara Haul Di Kp.Pengarengan, Ia berujar, nanti di kampung sekitar sini bakal bersambung menyambung menjadi satu kampung. Terbukti, Kaliabang banyak sekali nama kampung, salah satunya Kampung Pengarengan, Kaliabang Tengah.
Di akhir tahun 1980-an listrik mulai masuk di kampung Pengarengan, lambat laun setelah mulai padat di tahun 2000-an, baru orang-orang menyebutnya kavling Pengarengan. Kavling ini yang menutupi kampung pengarengan dari akses jalan utama. Sehingga orang tidak tahu kalau di dalamnya ada kampung yang dihuni penduduk asli sejak lama.
Pada leluhur, pendahulu kampung Pengarengan membuka akses jalan utama, dari dalam kampung hingga sampai ke depan Jalan Raya yang sekarang bergapura Kavling Pengarengan.
Sebab, itu jangan lupakan sejarah. Dan jangan menghilangkan jejak jasa para leluhur. Adanya generasi saat ini, tentu berkat jerih payah para pendahulu yang membuat jalan utama kampung menjadi bisa dilalui oleh masyarakat umum.
Dari segi lingkungan kampung Pengarengan mempunyai warga yang kompak, mau bergotong royong, kalau kata orang disini satu kampung sodara, sodaraan dari empeng itu, atau dari engkong itu.
(Khaidir Ali H. Idi)