TERASBERITA.ID, BEKASI (Red: Deros) -Meranjak usia Anak Baru Gede (ABG) masuk dunia ‘Sarungan’. Kikuk, gelisah, khawatir dan rasa pilu menghantui batin. Jadi anak santri itu berat, tak seberat rindu Dilan kepada sang kekasih.
Entah apa yang ada dipikiran Sang Santri. Kehilangan masa main? Kehilangan kebebasan? atau takut ketinggalan Zaman lantaran dikurung dalam kobong.
Sang Santri pasrah, Ia suka tidak suka, mau tidak mau mulai belajar mendalami ilmu agama. Mulai dari pelajaran syariat hingga kitab kuning.
Hampir 24 jam, Sang Santri bergelut dengan hapalan, mengaji hingga tadarusan Al-Qur’an.
Tahun pertama, Sang Santri, menjalani adaptasi gaya hidup. Pola makan hingga ritual tidur.
Tahun kedua, Sang Santri mulai berdamai dengan keadaan.
Tahun ketiga, Sang Santri mulai terbiasa. terbiasa bagun malam, setor hapalan hingga jajan bakwan dan es kobok di kantin samping sekolahan.
Tahun berganti tahun, usia Sang Santri meranjak dewasa. Mulai mengenal cinta, mulai ‘genit’ kepada Sang Hawa. Gejolak batin meronta. Namun, apa daya demi masa depan, semua hasrat cinta disimpan di dalam dada. Nanti, kalau sudah watunya, katanya.
Tak terasa enam tahun berlalu, Sang Santri lulus wisuda. Ia berhasil melewati masa-masa muda ‘dipenjara suci’.
Sebagian kawannya, tumbang ditengah jalan, sebagian pindah sekolahan, lantaran angkat tangan, tak tak sanggup setor hapalan atau gebukan dari sanksi hukuman.
Gejolak Sang Santri saat lulus makin menggebu. Bukan hanya soal cinta, namun ambisi menaklukan dunia. Menggenggam masa depan, meraih mimpi-mimpi indah dikhayalan.
Namun, impian itu tidak semudah yang dibayangkan. Banyak persimpangan, ujian hingga rasa lelah membuat rasa ingin pulang.
Hasil tempaan ‘dipenjara suci’ adalah modal Sang Santri. Meski, bekal ilmu pas-pasan. Tetap semangat berjuang pantang pulang sebelum matahari terbenam.
Sang Santri, punya segenggam harapan. Sejumput impian, seberkas doa-doa pedoman hidup: Hadits dan Al-Qur’an guna menggapai keberkahan, hingga Tuhan berkata, waktunya pulang.
(Dede Rosyadi, M.Sos)