TERASBERITA.ID, JAKARTA – Ratusan orang berunjuk rasa di depan Pengadilan Negeri Jakarta Barat untuk menuntut bebaskan terdakwa Natalia Rusli pada Selasa (9/5/2023).
Koordinator massa aksi, Alfian menjelaskan, massa aksi di depan PN Jakarta Barat adalah gabungan masyarakat dengan mahasiswa.
Menurutnya, penangkapan dan penahanan terhadap Natalia Rusli sebagai kuasa hukum adalah tindakan kriminalisasi.
Sebab, ia menduga ada pihak yang tidak suka dengan Natalia Rusli dan menghasut Verawati Sanjaya untuk menjebloskan ke penjara.
“Inikan berawal dari seorang klien yang tidak puas dengan kinerja Natalia Rusli atas laporan penipuan kasus Indosurya,” tuturnya.
Korban kemudian digiring oleh pihak tak bertanggungjawab untuk menjerat Natalia Rusli dalam perkara penipuan dan penggelapan.
Akhirnya, Natalia Rusli dilaporkan ke Polres Metro Jakarta Barat oleh Verawati pada tahun 2021 silam.
“Ini adalah masalah kecil dan lalu dibesar-besarkan, kami melihat kasus ini seperti dipaksakan, kami menduga ada kriminalisasi Natalia Rusli di sini” ungkapnya.
Sementara itu, Humas Kantor Master Trust Law Firm, Manggala, S.H mengaku tidak mengetahui massa yang unjuk rasa di depan PN Jakarta Barat.
Ia menilai, aksi unjuk rasa yang berlangsung di depan PN Jakarta Barat itu merupakan dukungan dari masyarakat dan mahasiswa ke Natalia Rusli.
“Mereka ini mendukung secara moril bu Natalia Rusli karena ada kejanggalab terhadap kasus ini,” tegasnya.
Menurutnya, Natalia Rusli tidak menggelapkan atau menipu Verawati Sanjaya seperti yang dilaporkan ke Polres Metro Jakarta Barat.
Sebab, Natalia sudah mengembalikan uang ke Verawati sebesar Rp 55 juta. Padahal korban saat itu hanya mengalami kerugian sebesar Rp 45 juta.
“Tapi pihak kepolisian dan Kejaksaan tetap melanjutkan perkaranya sampai ke Pengadilan,” kata Manggala.
Sebelumnya, Pengancara wanita Natalia Rusli kini tersandung hukum setelah dilaporkan oleh korban Indosurya ke Polda Metro Jaya atas dugaan penipuan dan penggelapan.
Kasus itu kemudian dilimpahkan ke Polres Metro Jakarta Barat dan beberapa waktu lalu Natalia Rusli menyerahkan diri.
Tak lama setelah itu, Natalia Rusli ditetapkan sebagai tersangka oleh peyidik Polres Metro Jakarta Barat.
Farlin Marta, S.H menjelaskan, Natalia sudah bekerja semaksimal mungkin untuk mempidanakan pihak-pihak yang terlibat dalam kasus Indosurya.
Namun, Verawati merasa Natalia dan tim kinerjanya lambat, perkaranya tak ada perkembangan dan RJ yang diupayakan tidak berhasil.
“Akhirnya (Verawati) cabut jasa, dicari lah celahnya, ternyata loh bu Natali ini kok mengaku-ngaku sebagai advokat, kemudian melaporkan dengan tindak pidana penipuan dan penggelapan,” tegasnya.
Kerugian Verawati dan Natalia Sudah Kembalikan Rp 55 juta
Natalia Rusli dilaporkan oleh Verawati ke Polda Metro Jaya atas dugaan penggelapan dan penipuan uang sebesar Rp 45 juta.
Sebenarnya, Verawati memberikan uang ke Natalia hanya Rp 15 juta saja. Uang itu diterima Natalia pada Juni 2020 bukan bulan April ketika tanda tangan kuasa.
Sedangkan uang Rp 30 juta itu merupakan uang operasional fee dari suami Verawati sehingga totalnya Rp 45 juta.
“Dari tanda tangan SK dan pemberian uang operasional fee itu cukup jauh, SK ibu Natalia itu bulan April 2020 dan uang operasional Juni 2020,” tegasnya.
Setelah kasus ini mencuat, Natalia Rusli sudah mengembalian uang yang dipermasalahkan oleh Verawati sebesar Rp 45 juta pada November 2020.
Bahkan, Natalia mengirimkan uang tambahan ke Verawati sebesar Rp 10 juta ditanggal yang sama.
“Kita akan buka semua ini, perjalanan dari awal sampai akhir di sidang pada 10 April 2023 mendatang,” tuturnya.
Penetapan Tersangka Natalia Rusli Prematur
Farlin menambahkan, sesuai dengan hasil gelar perkara oleh Irwasda Mabes Polri bahwa Natalia Rusli adalah seorang Advokat dan menyelesaikan dengan baik.
Kemudian, pernyataan dari Propam Mabes Polri bahwa penetapan tersangka terhadap Natalia Rusli ada kesalahan.
Bahkan, Propam Mabes Polri sudah mengakui Natalia Rusli sudah beritikad baik dan menyelesaikan masalah.
“Penetapam tersangka juga diakui sangat prematur,” terangnya.
Seharusnya, seorang advokat tidak bisa langsung dilaporkan ke aparat kepolisian tapi harus melalui proses kode etik.
Sebab profesi advokat ini memiliki wadah untuk mengawasi dan memberikan teguran kepada pengacara yang melakukan pelanggaran kode etik.
“Kalau seperti ini maka UU advokat sudah RIP dong di Indonesia,” tandasnya.