TerasBerita.id, Jakarta – Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta mendiskualifikasi Bupati Kutai Kartanegara dua periode Edi Damansyah sebagai calon bupati Kutai Kartanegara pada pilkada 2024.
Sebab, calon Bupati Kutai Kartanegara tersebut sudah menjalani dua periode sesuai yang terkandung dalam putusan MK Nomor 2/PUU-XXI/2023.
“Yang khusus menyidangkan tentang posisi uji materi kedudukan Edi Damansyah sebagai Bupati dua periode di Kabupaten Kutai Kartanegara dengan menghasilkan putusan dengan amar putusan dalam Putusan Nomor 2/PUU-XXI/2023,” kata
Koordinator masyarakat sipli meliputi Perhimpunan Advokat Pro Demokrasi (PAPD), Komite Anti Korupsi Indonesia, dan Indonesia Development Monitoring Arifin Nur Cahyono dalam surat somasi terbuka pada KPU dan Bawaslu, Kamis (5/9/2023).
Arifin bersama kawan-kawan juga menyampaikan somasi terbuka tersebut melalui aksi di depan Kantor KPU RI, siang ini.
“Yang dimaksud dengan masa jabatan menurut MK yaitu masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih adalah sama dan tidak membedakan masa jabatan telah dijalani tersebut, baik yang menjabat secara definitif maupun penjabat sementara, sebagaimana didalilkan oleh Pemohon,” jelas Arifin.
Bahwa dalam putusan MK tersebut dikaji lebih dalam, maka kata sebagaimana yang didalilkan oleh Pemohon, dalam pertimbangan hukum MK, maka alasan-alasan pemohon dalam putusan a quo, yang salah satu alasannya adalah meminta MK membedakan mengenai istilah Pj, Plt, Pjs.
Arifin menilai, MK tidak terjebak dalam istilah itu dan dengan tegas MK menyatakan penjabat sementara termasuk Pj, Plt, maupun Pjs. Maka MK tidak mendefinisikan lagi apa itu Pj, Plt dan Pjs, sebab telah diurai oleh Pemohon.
Permasalahan ini juga telah dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI dengan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, dan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara pemilu (DKPP), pada Rabu, 15 Mei 2024.
Dalam RDP yang membahas Evaluasi Tahapan Pemilu Serentak Tahun 2024, juga membahas tentang status Edi Damansyah. Dengan salah satu poin yang disorot dalam draft PKPU tersebut adalah status wakil kepala daerah yang menggantikan kepala daerah di tengah periode, misal karena persoalan hukum.
Di sebutkan jika wakil kepala daerah tersebut maju dan menjalankan tugas sebagai kepala daerah, maka dianggap telah menjabat sebagai kepala daerah atau bupati.
Dengan menggunakan posisi dari Edi Damansyah Di katakan bahwa jika ada pasangan kepala daerah, kepala daerahnya katakanlah terkena masalah hukum, kemudian setelah statusnya sebagai terdakwa itu dinonaktifkan atau diberhentikan sementara.
Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari, lanjut Arifin, dalam RDP tersebut mengatakan jika kemudian yang menjalankan tugas-tugas sebagai kepala daerah adalah wakil kepala daerah tersebut sebagai, apa istilahnya, pejabat sementara atau pelaksana tugas, maka begitu wakil kepala daerah itu menjalankan tugas sebagai bupati, itu sudah masuk hitungan, bahwa yang bersangkutan pernah menduduki jabatan sebagai bupati atau kepala daerah.
“Pernyataan dari KPU RI itu pun menjadi relevan dengan situasi di Kutai Kartanegara saat ini. Bupati Kukar 2021-2026, Edi Damansyah, pada periode sebelumnya, 2016-2021, sebagai wakil bupati, menggantikan bupati Rita Widyasari yang tersandung dalam pusaran hukum,” kata Arifin.
“Edi, yang saat itu wakil bupati, ditugaskan menjabat Pelaksana Tugas Bupati Bupati Kukar pada 9 April 2018 sampai 13 Februari 2019 berdasar Surat Penugasan Nomor: 131/13/B.PPOD.III /2017. Edi kemudian menjadi bupati definitif pada 14 Februari 2019 sampai 13 Februari 2021 berdasarkan Surat Keputusan Menteri dalam Negeri Nomor 131.64-254/2019,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Arifin memastikan, bakal melaporkan ke Bawaslu RI dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) jika dalam waktu 3 kali 24 jam, sejak somasi diberitakan.
KPU tidak melakukan diskulaifikasi terhadap Edi Damansyah sebagai Calon Bupati Kutai Kartanegara dengan menerapkan Putusan Nomor: 2/PUU-XXI/2023 tentang calon Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah yang tidak memenuhi syarat sebagai Calon Bupati.
Di sisi lain, Arifin menjelaskan, pihaknya berkepentingan mengawal persoalan ini, berangkat dari rasa keprihatinan terhadap demokratisasi dan upaya penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.
Terlebih, partisipasi masyarakat dalam Pemilu adalah salah satu aspek penting suatu demokrasi, karena masyarakat sebagai pemilih memiliki andil yang cukup besar dalam proses pemilihan umum.
Sehingga, keterlibatan aktif masyarakat dalam mengawal dan mengawasi proses dan tahapan penyelenggaraan Pemilu sangat penting.
“Partisipasi masyarakat juga sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan PKPU No.9 Tahun 2022 tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilihan Umum dan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota,” tandasnya.