TERASBERITA.ID, BEKASI – Kisah kali ini tentang solidaritas masyarakat Bekasi dahulu kala yang sangat erat. Salah satunya, di Kampung, Wates, Kabupaten Bekasi. Ada kisah solidaritas penduduk kampung tersebut pada era kolonial.
Kampung wates rusuh, begitu laporan pembesar Pemerintah distrik Bekasi, 5 April 1914, yang dihimpun oleh arsip Nasional RI, Serikat Islam Lokal tahun 1975.
Wates, sebuah kampung yang terletak sebelah utara Bekasi, Desa Kedung Jaya, Kecamatan Babelan, sekitar 15 kilometer dari pusat kota Bekasi. Kampung tersebut terkenal dengan kelezatan olahan makanan uli khas Betawi Bekasi.
Saat ini tidak hanya makanan uli yang terkenal. Kampung Wates juga punya kekayaan sumber daya alam, yakni minyak dan gas. Perut bumi kampung tersebut setiap hari disedot perusahaan pelat merah, yakni Pertamina.
Tahun 1914, wates masuk wilayah tanah partikelir, ketika itu hampir seluruh distrik Bekasi merupakan wilayah tanah partikelir. Tuan tanah sebagai pemilik mempunyai hak pertuanan.
Kala itu, masyarakat Kampung Wates mata pencariannya mayoritas bertani. Mereka petani miskin, tidak berpendidikan, yang kehidupannya tertindas dalam cengkraman tuan tanah.
Tahun 1913, Serikat Islam (SI) Bekasi berdiri. SI Bekasi didirikan oleh Mas Goenawan, dari SI Afdeling Batavia dan redaktur surat kabar Panjtaran warta, ketika itu. Pendirian SI Bekasi menimbulkan keberanian masyarakat. Pada tanggal 5 April tahun 1914, pernah terjadi kerusuhan, peristiwa tersebut.
Kerusuhan tersebut terjadi karena pemukulan terhadap Tean, warga kampung tersebut oleh polisi kampung (mandor), bernama Saian. Tean kebetulan anggota Serikat Islam (SI).
Tean tidak terima dipukul, lalu bergegas ke rumah H. Nakim, ketua SI kampung tersebut, mengadu pemukulan dirinya kepada ketua kampungnya. Mendengar pengaduan Tean, salah seorang warga memukul bedug yang berada di langgar H.Nakim.
Mendengar suara bedug ditabuh berkali-kali, berkumpulah warga Kampung Wates, bahkan sampai warga kampung yang tinggal jauh dari kampung Wates berdatangan. Mereka beramai-ramai menuju kampung Saian, polisi (mandor) yang melakukan pemukulan untuk menuntut balas.
(Nurkholis Wardi)
Editor: Deros D.Rosyadi