TERAS BERITA.ID, JAKARTA – Majalah Forbes yang mulai merilis daftar orang terkaya dunia sejak tahun 1987, kembali menerbitkan daftar terbaru untuk tahun 2021. Meski masih didominasi oleh pemain lama, dengan nyaris setengah dari orang terkaya di Indonesia tahun 2006.
Nama yang kembali muncul di daftar tahun ini, bukan berarti tidak ada nama baru mampu mendobrak dan masuk dalam daftar tersebut. Hal ini terlihat dari tiga nama baru yang datang dari sektor teknologi dan berbisnis data center di Indonesia.
Ketiga nama tersebut, yang merupakan para pendiri DCI Indonesia, yakni Otto Toto Sugiri, Marina Budiman dan Han Arming Hanafia.
Meroketnya harga saham emiten pusat data (data center) PT DCI Indonesia Tbk (DCII) sejak melantai di bursa pada Januari tahun ini turut membuat mereka masuk dalam daftar 50 besar orang terkaya di Indonesia pada 2021 versi Forbes dilansir dari cnbc indonesia.
Otto Toto Sugiri
Menurut laporan Forbes teranyar, Presiden Direktur DCII Otto Toto Sugiri menempati peringkat ke-19 orang terkaya di Tanah Air dengan total kekayaan US$ 2,5 miliar atau setara dengan Rp 35,75 triliun (asumsi kurs Rp 14.300/US$), sumber kekayaannya berasal dari bisnis data center.
Sepak terjangnya dapat ditarik puluhan tahun lalu ia mendirikan perusahaan pertamanya PT Sigma Cipta Caraka pada tahun 1989. Perusahaan perangkat lunak rumahan paling awal di Indonesia tersebut menjadi salah satu yang terbesar berdasarkan penjualanhingga kemudian diakuisisi oleh PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) melalui TelkomMetra pada 2010 dan berganti nama menjadi Telkom Sigma.
Dari sana, pemegang gelar master of science in engineering dari Universitas Rheinisch-Westfälische Technische Hochschule Aachen, Jerman tersebut, mendirikan penyedia layanan internet pertama di Indonesia, PT Indointernet (sekarang PT Indointernet Tbk/EDGE) pada tahun 1994, yang turut memberikan jutaan orang Indonesia akses ke internet untuk pertama kalinya.
Kemudian, pada 2011 Toto Sugiri bersama 6 pendiri lainnya mendirikan DCI Indonesia. Berdasarkan amatan Forbes, DCI saat ini menjadi perusahaan pusat data terbesar di Indonesia, menyediakan lebih dari setengah kapasitas lokal di Tanah Air.
Dari empat vendor perusahaan cloud yang beroperasi di Indonesia–Alibaba, Amazon Web Services, Google Cloud, dan Microsoft–DCI mengatakan tiga di antaranya adalah klien perusahaan, termasuk juga beberapa perusahaan e-commerce terbesar di Asia Tenggara.
Saat ini, DCI juga memiliki klien lebih dari 40 perusahaan telekomunikasi dan lebih dari 120 penyedia layanan keuangan di seluruh Indonesia, Asia Tenggara dan Amerika Serikat (AS).
Selain itu, rapor keuangan DCI juga termasuk mengesankan. Perusahaan membukukan kenaikan pendapatan 81%, dan peningkatan laba bersih 57%, pada tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (compound annual growth rate/CAGR) dari 2017 hingga 2020.
Namun, hingga akhir September tahun ini, pendapatan tumbuh hanya 3,3% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 606,95 miliar, dengan laba bersih naik 24,45% secara yoy menjadi Rp 172,34 miliar.
Kedepannya, persaingan bisnis data center (pusat data) yang dibekingi konglomerasi raksasa akan semakin ramai. Ingin mereplika kesuksesan DCII dan EDGE, sejumlah emiten Tanah Air lain ikut ‘menceburkan’ diri ke bisnis yang prospektif ini.
Selain DCII dan EDGE, ada emiten telekomunikasi pelat merah PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dan Grup Lippo, yang masuk lewat PT Multipolar Technology Tbk (MLPT), anak usaha PT Multipolar Tbk (MLPL). Selanjutnya Grup Sinarmas ikut masuk ke ‘gelanggang’, melalui emiten propertinya, PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE).
Sejak IPO pada 6 Januari 2021 di harga Rp 420/saham, saham DCII telah ‘meroket ke angkasa’ dengan persentase 9.185,71% ke posisi Rp 39.000saham.
Bahkan, saham DCII sempat melonjak tinggi sampai 14.000% dan menyentuh harga Rp 59.000/saham sebelum disuspensi (penghentian saham sementara) oleh bursa pada 16 Juni lalu.
Hal ini menjadikan DCII sebagai saham dengan nominal harga tertinggi di bursa, melampaui harga saham produsen rokok PT Gudang Garam Tbk (GGRM) yang senilai Rp 31.350/saham.
Kenaikan saham DCII terjadi sejak awal debut seiring ramai diborong investor pada awal tahun.
Kemudian, saham DCII semakin melonjak setelah pemilik Grup Salim Anthoni Salim masuk ke saham tersebut awal Juni lalu. Lonjakan harga yang signifikan pada tengah tahun ini, membuat pihak bursa mensuspensi saham DCII selama 17 Juni hingga 10 Agustus atau hampir 2 bulan.
Sejak debut di bursa pada 8 Februari 2021 di harga Rp 7.375/saham, saham EDGE ikut melambung 224,07% ke posisi Rp 23.900/saham.
Berikut dua pendiri DCII lainnya yang namanya ikut masuk dalam daftar orang terkaya versi Forbes tahun ini.
Marina Budiman
Marina Budiman adalah partner bisnis lama Toto Sugiri. Ia adalah salah satu pendiri dan Presiden Komisaris DCII. Saat ini, Marina Budiman menduduki peringkat ke 30 orang paling kaya di Indonesia dengan pundi-pundi kekayaan US$ 1,5 miliar.
Marina pernah bekerja dengan Otto Toto Sugiri di Bank Bali pada tahun 1985 dan bergabung dengan PT Sigma Cipta Caraka pada tahun 1989.
Perempuan berumur 60 tahun tersebut juga turut mendirikan Indonet bersama Toto Sugiri, penyedia jasa internet pertama di Indonesia pada 1994.
Di DCI Indonesia, Marina memiliki 536,51 juta saham atau setara dengan 22,51% saham perusahaan. Kemudian, di EDGE ia menggenggam 1,64% saham perusahaan.
Han Arming Hanafia
Selain Toto dan Marina, satu nama lagi yang turut ketiban berkah DCII adalah Han Arming Hanafia. Han ikut mendirikan DCI Indonesia bersama Toto Sugiri dan Marina Budiman sepuluh tahun silam.
Tahun ini, Han Arming Hanafia bercokol di peringkat 37 orang terkaya di Tanah Air dengan total kekayaan US$ 1,19 miliar. Per akhir November 2021,Han Arming memiliki 336,35 juta atau 14,11% saham di DCII dan menguasai 7,45% saham di EDGE.