TerasBerita.ID–Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan penguatan kerja sama dengan Dubai Financial Services Authority (DFSA) di bidang kebijakan hingga bidang keuangan lainnya, mulai dari industri halal hingga pengawasan.
Sebelumnya OJK sudah memiliki nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) dengan DFSA pada 6 tahun yang lalu.
Kedua lembaga kembali melakukan pertemuan dan menegaskan kembali MoU tersebut melalui capacity building dan sharing pengalaman dalam mengatasi permasalahan ekonomi di masa pandemi Covid-19.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menawarkan penguatan kebijakan dan potensi kerja sama DFSA dan OJK di bidang keuangan syariah, industri halal, sustainable finance, fintech, cybersecurity dan pengawasan berbasis teknologi.
“Khusus keuangan syariah, selama pandemi Covid-19, sektor ini menunjukkan ketahanan yang besar dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional dengan menguasai 10,11% dari total aset keuangan di Indonesia,” kata Wimboh di Kantor Pusat DFSA, Dubai, disampaikan dalam keterangan resmi, Jumat (5/11/2021) dilansir dari cnbc indonesia.
Langkah ini disambut baik oleh DFSA. CEO DFSA F. Christopher Calabia menyatakan kesiapannya untuk bekerja sama dengan OJK untuk mendukung penguatan ekonomi syariah global melalui peningkatan pengawasan industri keuangan syariah.
Kerja sama diharapkan tidak hanya berkontribusi pada pengembangan industri keuangan syariah saja, tetapi juga dapat mempererat hubungan antara Indonesia dengan negara-negara khususnya di Uni Emirat Arab yang merupakan salah satu pusat investasi global dimana Dubai adalah pusat keuangan syariah global.
Sebagai langkah awal kerja sama ini, sebagai bentuk penguatan pengawasan dan pengembangan industri syariah Indonesia ini dimulai dengan pembukaan kantor representatif PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) di Dubai yang akan membuka peluang bagi investor di Dubai untuk berinvestasi di Indonesia.
Wimboh berharap BSI dapat mengoptimalkan sumber dayanya di kantor yang baru didirikan di Dubai ini untuk memperluas pasar, mendukung transaksi perdagangan dan investasi serta meningkatkan produk dan layanan syariah guna memperoleh tingkat daya saing global yang lebih tinggi dan mempercepat perkembangan industri keuangan syariah di Indonesia.
Selain itu, OJK akan terus mendukung dan melakukan komunikasi serta pertukaran informasi dengan DFSA dan DIFC untuk memastikan pengawasan yang baik dan efektif terhadap operasional BSI di Dubai.
Wimboh menjelaskan, per September, total aset institusi keuangan syariah Indonesia tumbuh sebesar 17,32% yoy (year on year) dengan nilai nominal US$ 132,7 miliar atau setara dengan Rp 1.901,1 triliun.
Jumlah ini terdiri dari aset perbankan syariah sebesar US$ 43,58 miliar (Rp624,4 triliun), pasar modal syariah (sukuk dan reksa dana) US$ 80,95 miliar (Rp1.159,8 triliun), dan Lembaga Keuangan Non Bank Syariah US$ 8,16 miliar (Rp116,9 triliun).
Periode yang sama, pembiayaan bank umum syariah mencatat pertumbuhan sebesar 6,80% yoy, lebih tinggi dari pertumbuhan kredit nasional sebesar 2,21% (yoy).
Ketahanan perbankan syariah juga berhasil dipertahankan selama masa pandemi, yang ditunjukkan oleh permodalan yang kuat dengan CAR 23,17% dan risiko pembiayaan yang stabil dengan NPF (non performing financing) gross 3,23%.
Di tataran global, kata Wimboh, perdagangan industri halal Indonesia telah mendapatkan momentum, dengan transaksi sebesar US$ 3 miliar pada tahun 2020, setara dengan Rp 43 triliun (kurs Rp 14.300/US$).