TERAS BERITA.ID, BEKASI – Tradisi di masyarakat Betawi khususnya di Bekasi pada saat jelang bulan puasa Ramadan gelar acara rowahan, mendoakan para leluhur yang sudah meninggal, mereka kumpul bersama sanak famili. Mulai dari orang tua, anak cucu, sampai cicit guyub bersama-sama hadir di makam para leluhur mereka.
Rowahan ini sekaligus menjadi momentum silaturahmi keluarga besar, saling memaafkan, mendoakan sebelum bulan puasa ramadan tiba.
Setiap keluarga membuat hidangan nasi dengan aneka lauk, ketan, kue apem, dan lainnya. Makanan itu kemudian dibagikan kepada tetangga atau sanak saudara.
Sebelumnya makanan dibagikan, sohibul hajat atau tuan rumah baca surat yasin dan tahlil bersama untuk anggota keluarga telah wafat.
Makna tradisi rowahan menjadi luas bukan hanya ritual mendoakan para leluhur saja, namun mengandung makna bahwa bulan Sya’ban jadi momen untuk berbagi kasih dan sedekah.
Begitu juga dengan masyarakat Betawi. Anggota keluarga yang dekat dan jauh berkumpul saling jabat tangan memepas rindu, dan memperkokoh nasab dari orang tua terdahulu.
Rowahan juga sekaligus ‘tawakufan’. Segala kegiatan ditutup sementara demi kekhusyuan ibadah puasa Ramadan, mulai dari kegiatan ngaji (taklim), arisan keluarga. Tawakufan ini juga jadi ajang kumpul, doa-zikir dan makan-makan sanak saudara handai taulan.
“Di kampung saya, Kaliabang Pengarengan, Bekasi, acara rowahan sangat lumrah dan memang dianjurkan guru ngaji di kampung,” ujar Bang Ahsay sapaan akrab Ahmad Sayutih Bin Rojali.
Pria asli Betawi Bekasi ini menambahkan, beberapa waktu lalu menggelar rowahan keluarga besarnya, Ia berkumpul, bergotong-royong mensukseskan acara tersebut, peribahasa betawi merawat tradisi agar tidak mati obor.
“Alhamdulillah, Minggu ( 27/03/22) lalu kita bikin acara rowahan keluarga besar kumpi Saunih Bin H. Basyar,” ucap Bang Ahsay.
Rowahan tersebut merupakan yang ke dua. Acara ini dimulai dengan penyebutan nama-nama arwah keluarga yang sudah wafat untuk dikirimkan surat al-fatihah.
“Bukan hanya itu, kita berkumpul bersama keluarga besar baca Al-Qur’an, Yasinan, khotmul quran, zikrullah, maulid, tausiyah,” jelasnya.
Tausiah disampaikan oleh salah satu tokoh masyarakat Kampung Kaliabang Pengarengan yang juga keturunan dari Kumpi Saunih yakni Pamanda Ustadz H. Jayani.
Rangkaian acara selanjutnya, bagi-bagi hidangan alias sedekah makanan dari keluarga besar Kumpi Saunih untuk di makan bersama-sama.
“Tentunya acara ini merupakan inisiatif dari pada orang tua kita yang masih ada. Generasi muda Kumpi Saunih sebagai penggerak acara lagi giro alias ketemben (semangat) buat ngumpulin keluarga besarnya,” ungkap Bang Ahsay.
Sekedar informasi, Anak-anak Kumpi Saunih yang sudah wafat yakni, Almarhum Engkong Mugni (Kaliabang Pengarengan) meninggal 7 Juli 2018. Kemudian Almarhumah Ma’anih, anak ke dua meninggal tidak lama setelah melahirkan anaknya Saimah, kemudian juga anak ke empat yaitu Almarhum Mardanih (Kamlung Tambun Boin), meninggal tahun 2007.
Acara rowahan ini juga mengirimkan doa untuk sauadara-saudaranya Kumpi Saunih bahkan hingga ke cucu, cicit pun dikirimkan doa pada acara tersebut.
Pada acara rowahan yang di selenggarakan di Makam Keluarga Besar Kong H. Basyar hadir anak kumpi Saunih yang masih hidup yaitu Hj. Roncih, Baba Aminuddin beserta istri dari Jakarta Timur.
“Semoga tradisi rowahan ini tetap di lestarikan dan di jaga oleh generasi berikutnya, sehingga momentum ini bisa menumbuhkan rasa bakti kita kepada pendahulu dan orang tua,” Harap Sayutih.
“Terus lanjutkan momentum ini jangan ampe kendor, kita yang memulai dan kita juga yang meramaikan. Saling terkait dengan rasa hormat, menjunjung tinggi nilai persaudaraan “Sili Asah, sili Asih sili Asuh Sili Wangi,” pesan Encang Doni salah satu generasi Kumpi Saunih. (Bang Ahsay)