TerasBerita.id – Nastum, kuasa hukum Basmanto menyatakan bahwa pada tanggal 6 Oktober 2024 kliennya yang berada di Desa Mandiodo itu melakukan penutupan jalan terkait lahannya yang dijadikan jalan Kabupaten oleh Pemerintah Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Sehingga PT Bumi Nikel Nusantara (BNN) merasa keberatan karena aktivitasnya terhalang dan terganggu dikarenakan mereka tidak bisa melakukan hauling/bargin atau pemuatan bijih ore nikel ke tongkang mereka.
“Dari itu karena aktivitas salah satu perusahaan tambang tersebut yang ada di Blok Mandiodo yaitu PT BNN terganggu tidak bisa lagi menggunakan jalan untuk pengangkutan bijih ore nikelnya, mereka lalu melaporkan klien kami atas nama Basmanto bersama keluarganya sebagai pemilik lahan di Polda Sultra terkait merintangi jalan kabupaten,” kata Nastum, Sabtu (2/11/2024).
Terhadap laporan tersebut kliennya bersama keluarganya dipanggil di Polda Sultra dan dilakukan pemeriksaan sebagaimana yang tertuang di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BA) oleh Penyidik Krimum Polda Sultra.
“Bahwa terhadap laporan tersebut, klien kami tetap melakukan penutupan jalan karena haknya sebagai pemilik lahan merasa belum diselesaikan berupa ganti rugi/pembebasan lahan oleh pemerintah kabupaten dan sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten kepada masyarakat pemilik lahan yang ada di Blok Mandiodo tidak pernah dilakukan,” bebernya.
Karena kliennya masih melakukan penutupan jalan bersama keluarganya, banyak pihak-pihak yang tidak diketahui menghubungi kliennya meminta untuk membuka pemalangan jalan kabupaten yang dijadikan Jalan Haulin perusahaan tambang BNN tersebut dengan mengatas namakan bahwa ini adalah atensi Kapolda Sultra harus dibuka agar pihak perusahaan PT BNN bisa beroperasi.
“Sehingga klien kami dan kami pun juga sebagai kuasa hukumnya merasa ada apa sebegitu bebatnya PT BNN dapat memerintah dan mengintervensi serta mengarahkan Kapolda Sultra untuk mengatensi laporan PT BNN untuk membuka pemalangan tersebut dan memenjarakan kline kami bersama keluarganya sebagai pemilik lahan,” ungkapnya.
Pun dia menegaskan, bahwa seharusnya dapat mengutamakan atau mendahulukan yang namanya restorative justice antara masyarakat lokal sebagai pemilik lahan yang tinggal di Blok Mandiodo dengan PT BNN. “Tetapi sayang sekali ini tidak dilakukan oleh Polda Sultra cq Ditkrimum Polda Sultra malah seolah-olah kami melihat perkara laporan PT BNN ini terus dipercepat oleh Polda Sultra untuk menetapkan klien kami sebagai tersangka bersama keluarganya sebagaimana telah dijelaskan dalam Peraturan Kapolri nomor 8 tahun 2021 Pasal 1 huruf 3,” jelasnya.
Sehingga dengan tidak memedulikan yang namanya restorative justice pihak penyidik Polda Sultra yang dipimpin langsung Subdit 3 Krimum Polda Sultra melakukan penangkapan kepada salah satu keluarga klien yang bernama Restu tanpa adanya proses pemanggilan langsung ditetapkan sebagai tersangka dan penahanan.
“Sehingga kami menganggap PT BNN sangat kuat mungkin memiliki uang yang banyak dengan sesuka hati dapat mengatur para aparat-aparat penegak hukum untuk segera mempolisikan dan memenjarakan masyarakat kecil yang menuntut haknya atau PT BNN memiliki bekingan petinggi-petinggi yang ada di Mabes Polri untuk mempolisikan atau memenjarakan masyarakat kecil yang memiliki hak dalam mempertahankan lahannya tersebut karena begitu atensi perkara ini,” jelasnya.
Pihaknya pun menduga ada kepentingan orang-orang tertentu untuk mempolisikan dan memenjarakan kliennya sebagai pemilik lahan dengan keluarganya sehingga aktivitas penambangan PT BNN bisa berjalan lancar dengan menggunakan lahan kliennya sebagai jalan hauling/bargin PT NN.
Atas kejadian tersebut pihaknya mengadukan ke Komsi III dan II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk segera dilakukan pemanggilan terhadap PT BNN dan Polda Sultra.
“Karena kami anggap, mereka terlalu arogansi dan sewenang-wenang dalam penanganan perkara ini,” tandasnya.