TerasBerita.id, Bekasi – Universitas Muhammadiyah Jakarta menyelenggarakan seminar bertajuk “Melindunmgi yang Belum Terlindungi: Gerak Bersama Stop Kekerasan di Satuan Pendidikan” di Aula Kasman Singodimedjo FISIP UMJ (30/11/2023).
Kegiatan ini merupakan kegiatan Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan sekaligus penutupan Program Dana Padanan 2023 hasil kolaborasi antara Yayasan Attaqwa, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Droupadi, dan Atiqoh Noer Alie Center, atas dukungan penuh dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi melalui skema Dana Padanan (Matching Fund) tahun 2023.
Kegiatan dihadiri oleh Ketua Umum Yayasan Attaqwa, Dr. KH. Irfan Mas’ud; Dekan FISIP UMJ, Prof Dr. Evi Satispi; Rektor UMJ, Prof. Dr. Ma’mun Murod; Ketua Tim Pengusul Dana Padanan, Dr. Khaerul Umam Noer; dan tim fasilitator, Ahmad Ghozi, S.Psi dari Yayasan Attaqwa, Sipin Putra dari Universitas Kristen Indonesia, dan Turisih Widiyowati dari Umah Ramah.
Kegiatan dihadiri Pimpinan Pondok, Kepala Madrasah dan Kepala Sekolah di lingkungan Perguruan Attaqwa, para kepala program studi, dan mahasiswa FISIP UMJ. Dalam kegiatan ini juga diserahterimakan secara simbolis 44 Hak Kekayaan Intelektual yang dihasilkan sepanjang program dari Yayasan Attaqwa ke Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Dalam sambutannya, Rektor UMJ memberikan apresiasi atas pengelolaan Program Dana Padanan yang dilakukan. Pada tahun 2023, terdapat tiga proposal Dana Padanan yang lolos, salah satunya antara UMJ dan Yayasan Attaqwa.
Menurutnya, hasil dari kegiatan riset harus didorong untuk menghapus kekerasan di sekolah yang semakin mengkhawatirkan, itu sebabnya hasil dari program ini harus diperluas, sebab untuk menghapus kekerasan di sekolah, penting untuk memiliki standar regulasi dan kerjasama lintas sektor.
Rektor juga berharap bahwa kerjasama antara UMJ dan Attaqwa dapat terus berjalan di waktu mendatang, tidak hanya pada program penelitian, namun juga program lainnya.
Dalam kegiatan ini juga mengundang Rohimi Zamzam dari Pimpinan Pusat Aisyiyah dan Asma’ul Khusnaeny dari Bale Perempuan. Dalam paparanya, Asmaul Khusnaeny menjelaskan bagaimana data kekerasan terhadap anak sangat mengkhawatirkan.
Pada 2022, pengaduan paling tinggi adalah klaster perlindungan khusus anak sebanyak 2.133 kasus, di mana kasus tertinggi adalah jenis kasus anak menjadi korban kejahatan seksual dengan jumlah 834 kasus, sedangkan anak korban pornografi dan cyber crime sebanyak 87 kasus.
Lebih lanjut, ada tiga tantangan dan hambatan utama dalam penanganan kekerasan, mulai dari sumber daya manusia, sarana, dan anggaran. Belum lagi masalah di level satuan pendidikan, yang belum banyak memiliki komitmen dan minim sumber daya untuk upaya pencegahan dan penanganan kekerasan.
Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, maka mutlak diperlukan kerjasama lintas sektor, mulai dari kampus, sekolah, kepolisian, lembaga keagamaan, dan pihak lain yang memliki sumber daya manusia dan fasilitas.
Kegiatan Dana Padanan yang dilakukan oleh UMJ dan Yayasan Attaqwa juga menemukan data yang sama, bahwa berbagai kekerasan yang terjadi di satuan pendidikan terjadi, salah satunya, karena minimnya pengetahuan masyarakat dan komunitas sekolah tentang pengertian dan bentuk kekerasan, termasuk bagaimana dampaknya terhadap korban.
Terlebih kekerasan seksual yang sangat menantang, sebab berkaitan dengan budaya di masyarakat yang menekan agar kasus tidak dilaporkan karena dianggap membuka aib sendiri dan aib bagi keluarga hingga korban mengalami label atau stigma negatif dari masyarakat atau bahkan dikucilkan keluarga.
Program Dana Padanan ini menghasilkan pedoman yang lebih aplikatif, sebagai turunan dari Permendikbud 46 Tahun 2023, yang terdiri dari Peraturan Perguruan Attaqwa tentang Pesantren/Madrasah/Sekolag Merdeka dari Kekerasan, 7 buah SOP, mencakup pencegahan, Madrasah/Sekolah Ramah Anak, pelaporan, tindaklanjut laporan, penanganan, rekomendasi, pemantauan dan evaluasi, dan kerjasama lintas sektor.