TERAS BERITA.ID, BEKASI – Hari ini pemerintah Indonesia tiap tanggal 1 Juni merayakan hari jadi lambang negara Indonesia, yakni Pancasila. Perayaan ini untuk mengingat betapa petingnya nilai-nilai lima dasar negara terkandung dalam tubuh burung garuda tersebut.
Tema Peringatan Hari Lahir Pancasila Tahun 2022 kali ini adalah, “Bangkit Bersama Membangun Peradaban Dunia”.
Esensi perayaan hari lahir pancasila sepatutnya memiliki ‘ruh’ nasionalisme setiap warga negara Indonesia.
Mengingat sejarah, menghargai buah pikir para sesepuh bangsa. Lima dasar negara, ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Implementasi lima butir nilai tersebut musti diamalkan dalam kehidupan sehari-hari oleh seluruh masyarakat Indonesia. Bangkit dan tumbuh, membersemai dalam keanekaragaman budaya, adat dan istiadat leluhur. Membangun masyarakat madani ramhmatan lil alamin yang adil, aman dan sejahtera.
Bangkit dapat diartikan sebagai ‘mencarger’ etos kerja, mengasah skill, bergerak dalam krearifitas dan karya, bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain, saling bahu membahu demi kesuksesan bersama.
Sudah saatnya kita berdiri, bangun, bergerak dan menghasilkan sebuah karya. Tidak selalu berada dititik zona nyaman, terlena dengan eforia mimpi-mimpi belaka.
Generasi ‘rebahan’ silahkan berkarya sesuai dengan caranya masing-masing. Manfaatkan terknologi media sosial untuk berkarya. Jangan menjadi generasi penikmat, tapi jadilah generasi pembuat sebuah mahakarya.
Kita malu dengan para pendahulu, dengan keterbatasan sarana dan prasarana mereka mampu menghasilkan ‘gebrakan’ perubahan untuk bangsa dan negara Indonesia.
Membangun peradaban dunia tentu wajib memiliki ‘senjata’ berupa ilmu, skill dan tekad kuat. Kebersamaan semua kalangan, tentu menjadi kunci berdirinya sebuah peradaban yang diakui dunia.
Jika kita belum mampu membangun peradaban skala global, minimal skala keluarga, rumah tangga dan lingkungan sekitar (tingkat RT dan RW).
Membangun sebuah peradaban tentu dibutuhkan nyali (mental) yang tahan banting. Merubah kebiasaan lama yang sudah usang dan kolot, tentu memiliki tantangan yang berat.
Jadilah seperti karang, dihantam ombak lautan, namun Ia tetap tegak. Sikap konsisten itu yang musti dijaga dan dipupuk sehingga tumbuh menjadi sebuah kekuatan untuk bangkit.
Warnai kehidupan dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan yang bisa merubah keadaan lingkungan menjadi maju. Maju pola pikir, maju pola kerja masyarakatnya, sejahtera perekonomiannya.
Kita perlu sesekali merenung, berfikir. Sudah sejauh mana menghasilkan perubahan untuk bangsa dan negara?. Minimal untuk diri sendiri dan lingkungan.
Perubahan dimulai dengan dari hal yang kecil, merambah ke hal yang besar. Dikit sedikit, lama-lama menjadi bukit. Begitu peribahasa yang sering kita dengar.
Semangat membangun peradaban sudah seharusnya dilakukan. Peradaban budaya, peradaban pendidikan, peradaban sektor ekonomi, peradaban teknologi, bahkan peradaban pola pikir (paradigma).
Manusia yang beradab lebih mulia daripada manusia yang mementingkan dirinya sendiri. Sifat egoisme, rakus, iri dan dengki dan sifat-sifat destruktif lainnya yang bisa merusak nilai peradaban manusia.
Mengutip kalimat salah satu pepatah bijak, “adab lebih mulia daripada ilmu”.
Lebih bagusnya, manusia memiliki ilmu pengetahuan dan punya akhlakul karimah (adab) antar sesama makhluk, serta bermanfaat untuk sesama manusia dan seluruh ciptaan Tuhan. “Sebaik-baik manusia yang bermanfaat untuk sesama”.
Yuks, bangkit dari rasa malas, rasa manja, rasa acuh, rasa kecewa, rasa sedih, dan rasa yang pernah ada. Sudahi rebahan dari buaian Tik Tok, Instagram, Facebook, Youtube. Saatnya jadi pencipta karya bukan hanya sekedar penikmat sesaat.
Penulis: Dede Rosyadi, M.Sos (Jurnalis dan Dosen Komunikasi)